Solusi untuk UMKM dengan Piutang Macet
Rabu, 4 Desember 2024 | 08:00 WIB
LINK UMKM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyambut baik terbitnya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 yang memberikan solusi bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) terkait dengan piutang macet. PP ini merupakan tindak lanjut dari amanat Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Dalam PP 47/2024, terdapat beberapa ketentuan terkait kriteria UMKM yang berhak mendapatkan penghapusan piutang macet oleh bank. Salah satu ketentuan utama di Pasal 6 adalah bahwa kredit UMKM yang berasal dari program pemerintah dan dibiayai oleh bank BUMN yang sudah selesai masa programnya, dapat dihapus tagih. Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak termasuk dalam kriteria ini karena masih merupakan program yang sedang berlangsung.
Ketentuan lainnya, piutang macet yang bisa dihapus tagih maksimal sebesar Rp 500 juta per debitur, telah dihapusbukukan minimal lima tahun lalu, serta tidak dijamin dengan asuransi atau penjaminan kredit. Selain itu, piutang tersebut juga harus dalam kondisi di mana agunan kredit sudah habis terjual namun tidak dapat melunasi pinjaman.
PP 47/2024 ini juga mengatur bahwa kebijakan penghapusan piutang macet untuk bank dan lembaga keuangan non-bank BUMN berlaku selama enam bulan, yang dimulai sejak terbitnya PP pada 5 November 2024, dan berakhir pada 5 Mei 2025.
Menanggapi terbitnya PP 47/2024, Ketua Dewan Komisioner OJK Mahendra Siregar menyatakan bahwa PP tersebut merupakan langkah nyata dalam melaksanakan amanat dari UU P2SK. OJK sebagai regulator dan pengawas perbankan telah mempersiapkan kebijakan ini dan siap mendukung implementasinya. Ia menambahkan bahwa meskipun ide ini telah didorong oleh OJK sejak pemerintahan sebelumnya, akhirnya kebijakan ini dapat direalisasikan pada pemerintahan Prabowo Subianto
Mahendra juga menyampaikan dukungannya terhadap ketentuan yang termuat dalam PP tersebut terkait kriteria UMKM yang berhak mendapatkan penghapusan piutang. Ia menegaskan pentingnya persyaratan yang ketat untuk menghindari potensi moral hazard dan memastikan bahwa hanya debitur yang memenuhi syarat yang berhak mendapatkan kebijakan penghapusan tagih ini.
Hadirnya kebijakan ini, menurut Mahendra, akan memberikan dampak positif bagi kelangsungan UMKM di Indonesia. Salah satu dampak penting adalah bahwa debitur yang sebelumnya masuk dalam daftar hitam (blacklist) di Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) dapat kembali bersih dan membuka akses mereka untuk memperoleh pembiayaan di masa depan. Proses penghapusan piutang ini dianggap sebagai pelunasan piutang dari bank BUMN kepada debitur, yang akhirnya dapat menghapus pencatatan di SLIK secara keseluruhan.
Dengan adanya PP 47/2024, OJK berharap kebijakan ini dapat memberikan angin segar bagi UMKM yang selama ini terkendala piutang macet, sehingga mereka dapat kembali beroperasi dan mendapatkan akses keuangan yang diperlukan untuk tumbuh dan berkembang.
***
SKA/NS