Apa itu Syndroma Imposter?

Sabtu, 15 Oktober 2022 | 08:00 WIB

Belakangan ini banyak sekali istilah-istilah baru yang bermunculan. Biasanya istilah tersebut muncul karena adalah suatu permasalahan yang dialami oleh individu itu sendiri. (Freepik/freepik)

LINK UMKM -  Belakangan ini banyak sekali istilah-istilah baru yang bermunculan. Biasanya istilah tersebut muncul karena adalah suatu permasalahan yang dialami oleh individu itu sendiri. Salah satu permasalahan yang dialami yakni ialah terkait kepercayaan diri. Banyak dari individu yang merasa tidak percaya diri dan menganggap dirinya tidak kompoten atau tidak lebih baik daripada orang lain yang berada disekitarnya.

 

Dilansir dari kajian Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPA) sekitar 56% perempuan mengalami tingkat kepercayaan diri yang rendah. Namun rasa tidak percaya diri ini juga dialami oleh pria. Salah satu istilah yang timbul karena masalah kepercayaan diri yakni adalah impostor syndrome. Istilah ini popular sejak adanya game Among Us yang dimainkan oleh generasi milenial beberapa waktu lalu.

 

Psikolog Klinis UGM, Tri Hayuning Tyas, S.Psi., M.A., menyatakan bahwa, impostor syndrome merupakan suatu fenomena psikologis individu dimana dirinya tidak mampu untuk menerima atau mengaku akan keberhasilan yang diraih oleh dirinya, atau mempertanyakaan kesuksesan yang diraih dirinya merupakan suatu bentuk keberuntungan atau suatu kebetulan semata bukan kemampuan yang dimiliki olehnya.

 

Fenomena ini pertama kali ditemukan pada tahun 1978 oleh Psikolog Rose Clance dan Suzannes Imes yakni pada perempuan cerdas dengan prestasi-prestasi yang cukup gemilang dan masalah ini juga dialami oleh laki-laki. Namun, menurut Nuning dosen Fakultas Psikologi UGM menyatakan bahwa impostor syndrome tidak masuk dalam klasifikasi gangguan jiwa namun dapat menimbulkan kecemasan, stress, dan depresi apabila terjadi terus menerus.

 

Dilansir dari IDNTimes.com, terdapat beberapa ciri-ciri apabila kamu mengalami imposter syndrome, namun kamu tidak boleh melakukan judgmental dan bisa periksakan diri ke psikolog atau psikiater:

  • Menghubungkan kesuksesan atau pencapaian dengan faktor eksternal seperti keberuntungan
  • Selalu takut tidak sesuai dengan ekspertasi orang lain
  • Meragukan diri secara terus menerus
  • Merasa cemas karena takut melakukan kesalahan.

Oleh karena itu setiap individu untuk terus menjaga kesehatan mental karena hal ini sama pentingnya dengan kesehatan tubuh. Sehingga, setiap individu perlu untuk aware akan kebutuhan diri dan yakin bahwa apa yang dimiliki oleh dirinya sendiri merupakan kemampuan yang berasal dari dalam dirinya. Tidak perlu adanya validasi dari orang lain untuk menyadari hal tersebut. Validasi diri sendiri lah yang paling penting daripada hal lainnya.

***

GN/MRA

Komentar

Media Lainnya

Hi!👋
Linda (Link UMKM Digital Assistant)
Chat via WhatsApp disini !

x