Dorong Pemerintah Untuk Bantu UMKM Masuk ke Rantai Pasok Industri Besar
Sabtu, 9 November 2024 | 08:00 WIB
LINK UMKM - Esther Sri Astuti, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef), mengungkapkan bahwa pemerintah perlu segera mengambil langkah terobosan untuk mengintegrasikan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) ke dalam rantai pasok industri besar. Menurutnya, Indonesia dapat mengikuti jejak negara-negara seperti Korea Selatan, China, dan Jepang yang telah berhasil menghubungkan UMKM dengan perusahaan-perusahaan multinasional dalam proses produksi mereka.
Esther menjelaskan bahwa negara-negara tersebut telah menunjukkan bagaimana UMKM bisa menjadi bagian penting dalam rantai pasok global, bahkan dalam industri-industri manufaktur besar. Sebagai contoh, ia menyebutkan perusahaan seperti Panasonic, yang telah melibatkan UMKM untuk memasok komponen-komponen kecil yang dibutuhkan dalam pembuatan produk elektronik. Panasonic, menurutnya, memberikan pelatihan kepada UMKM agar bisa memenuhi standar sertifikasi ISO 9002. Dengan sertifikasi ini, UMKM di negara-negara tersebut dapat berkontribusi dalam produksi global.
Lebih lanjut, Esther menilai bahwa Indonesia juga dapat meniru model ini dengan memberikan pelatihan dan sertifikasi kepada UMKM, sehingga mereka bisa memenuhi standar internasional dan menjadi bagian dari rantai pasok perusahaan besar. Ia menyebutkan, misalnya, UMKM yang dapat memproduksi komponen kapal, bisa dihubungkan dengan perusahaan-perusahaan besar dalam industri perkapalan, seperti PT PAL Indonesia.
Namun, ia juga mencatat bahwa tantangan besar yang dihadapi dalam upaya ini adalah adanya ego sektoral di antara kementerian-kementerian yang terkait. Kondisi ini, menurutnya, menghambat sinergi yang sangat diperlukan untuk mendorong UMKM masuk ke dalam ekosistem industri besar.
Esther juga mengutip data dari Buku III Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran RAPBN 2025, yang menunjukkan bahwa Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) memiliki 11 mandat penting yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja serta Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021. Mandat tersebut mencakup hal-hal seperti penyelenggaraan basis data UMKM yang terintegrasi, penyediaan rumah produksi bersama, pengembangan sistem informasi ekspor UKM, hingga peningkatan akses pembiayaan bagi UMKM.
Namun, meskipun mandatori tersebut sudah ada, anggaran untuk Kemenkop UKM justru mengalami penurunan signifikan dalam lima tahun terakhir. Pada tahun 2020, Kemenkop UKM mendapatkan alokasi anggaran sebesar Rp29,25 triliun, namun jumlah tersebut turun drastis pada 2022 menjadi hanya Rp1,20 triliun. Pada tahun 2024, meskipun ada pembagian kementerian baru, anggaran yang diberikan kepada Kemenkop UKM hanya mencapai Rp1,42 triliun, yang menurut Esther, masih jauh dari memadai untuk mendukung pengembangan UMKM secara optimal.
Dengan berbagai tantangan ini, Esther menyarankan agar pemerintah lebih fokus pada penguatan sektor UMKM dan mempercepat realisasi kebijakan yang dapat menghubungkan pelaku UMKM dengan rantai pasok industri besar. Hal ini diharapkan bisa mendorong peningkatan kapasitas UMKM, memperluas pasar mereka, dan menjadikan mereka sebagai bagian dari produksi industri besar yang berstandar internasional.
Langkah ini, menurutnya, akan menjadi salah satu kunci untuk meningkatkan daya saing ekonomi Indonesia, serta memperkuat sektor UMKM sebagai pilar utama dalam perekonomian negara.
***
RAT/AHS