Revisi Aturan Pajak Didorong Temuan Modus Pengusaha Memanfaatkan Tarif UMKM 0,5 Persen
Minggu, 30 November 2025 | 08:00 WIB

LINK UMKM - Upaya pemerintah menjaga keadilan dalam sistem perpajakan kembali menjadi sorotan setelah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) menemukan berbagai modus penghindaran pajak terkait pemanfaatan tarif Pajak Penghasilan (PPh) final 0,5 persen untuk UMKM. Temuan tersebut menjadi salah satu landasan perubahan regulasi melalui revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022.
Dalam pemaparan progres harmonisasi turunan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), DJP mengidentifikasi pola branching atau menahan omzet, hingga firm splitting atau pemecahan usaha ke beberapa badan agar peredaran bruto tampak kecil dan memenuhi kriteria penerima tarif PPh final 0,5 persen. Praktik tersebut dinilai mengurangi efektivitas insentif dan tidak sejalan dengan tujuan kebijakan yang dibutuhkan UMKM sesungguhnya.
Perubahan pasal 57 dalam draf PP 55 Tahun 2025 diarahkan untuk menyasar kelompok wajib pajak yang berpotensi menggunakan celah aturan sebagai sarana penghindaran. Unsur anti-avoidance akan diterapkan untuk memastikan penerima fasilitas benar-benar pelaku usaha berperedaran bruto terbatas. Di sisi lain, definisi peredaran bruto diperluas sehingga perhitungan omzet mencakup seluruh kegiatan usaha, baik yang dikenai pajak final maupun non-final, termasuk penghasilan dari luar negeri.
Kebijakan baru tersebut bertujuan memastikan pemberian insentif tepat sasaran kepada pelaku usaha yang membutuhkan dukungan fiskal untuk bertumbuh, bukan kepada entitas yang secara konsolidasi telah berada di atas ambang batas penerima tarif UMKM. Selama ini, pemerintah menemukan adanya wajib pajak dengan omzet agregat besar yang masih menikmati tarif preferensial karena pemecahan struktur usaha.
Meski memperketat sisi pengawasan, pemerintah tetap mempertimbangkan kebutuhan pelaku UMKM. Tarif PPh final 0,5 persen untuk wajib pajak orang pribadi dipastikan berlanjut hingga pertengahan 2029, sejalan dengan permintaan pelaku usaha agar insentif tidak dihentikan dalam waktu dekat. Usulan juga dibahas untuk menghapus batasan jangka waktu penggunaan tarif bagi wajib pajak orang pribadi maupun perseroan perorangan.
Selain pengaturan mengenai insentif UMKM, revisi PP 55 turut diarahkan untuk menyesuaikan rekomendasi OECD dalam aspek pengaturan biaya swap, gratifikasi, serta sanksi administrasi dan pidana yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan bruto. Arah kebijakan ini menegaskan konsistensi pemerintah dalam menjaga basis pajak sekaligus meningkatkan integritas sistem perpajakan.
Dengan pembaruan regulasi tersebut, pemerintah berupaya menyeimbangkan dua kepentingan: memastikan fasilitas perpajakan yang berpihak kepada UMKM tetap berjalan, tetapi sekaligus menutup celah yang selama ini dimanfaatkan pelaku usaha tertentu untuk menekan kewajiban pajak secara tidak wajar. Kebijakan yang lebih presisi diharapkan berdampak pada peningkatan kepatuhan, keadilan fiskal, dan kontribusi perpajakan terhadap pembangunan ekonomi nasional.
RAT/NNA



