Pelaku UMKM Menyoroti Raperda KTR DKI yang Dianggap Membebani Usaha Kecil
Kamis, 27 November 2025 | 08:00 WIB

LINK UMKM - Penolakan terhadap aturan kawasan tanpa rokok yang sedang dibahas di tingkat daerah kembali mengemuka setelah sejumlah komunitas pelaku usaha kecil di Jakarta menyampaikan keberatan mereka. Mereka menilai rancangan kebijakan tersebut tidak selaras dengan kondisi ekonomi yang saat ini masih tertekan, terutama bagi pedagang yang bergantung pada pendapatan harian. Kelompok pelaku UMKM menyampaikan bahwa aturan tersebut dinilai belum mempertimbangkan kemampuan usaha kecil dalam memenuhi standar teknis yang diatur.
Dalam sebuah keterangan yang disampaikan pada pertengahan November, perwakilan komunitas UMKM menyebut bahwa beberapa pasal dalam rancangan peraturan dinilai berpotensi membatasi ruang gerak pedagang kecil. Mereka menyampaikan pandangan bahwa pelarangan penjualan rokok serta perluasan zona tanpa rokok berpotensi mengganggu stabilitas usaha harian, khususnya bagi pedagang makanan dan minuman yang selama ini menjadi tumpuan konsumsi masyarakat kelas pekerja.
Kelompok pedagang turut menyoroti ketentuan mengenai ruang merokok terpisah yang diwajibkan pada tempat makan. Dalam penjelasan mereka, ukuran kios atau warung kecil yang umumnya hanya beberapa meter persegi membuat implementasi ketentuan tersebut tidak mungkin dilakukan. Mereka menyampaikan bahwa kondisi seperti itu dapat mendorong pedagang beroperasi secara sembunyi-sembunyi agar tetap bisa memenuhi kebutuhan konsumen, situasi yang dinilai membuat mereka berada dalam posisi rentan.
Komunitas yang tergabung dalam koalisi juga membuat sebuah petisi bersama yang mendesak agar pembahasan rancangan peraturan tidak dilakukan secara terburu-buru. Petisi tersebut menekankan bahwa pembuat kebijakan perlu terlebih dahulu meninjau langsung kondisi usaha kecil di lapangan sebelum memutuskan ketentuan yang berpotensi berdampak luas. Mereka mendorong adanya dialog yang menyeluruh agar aturan yang disusun benar-benar sesuai dengan dinamika sosial ekonomi masyarakat.
Dalam penjelasan lain, beberapa pedagang menggambarkan penurunan omzet yang mereka alami selama beberapa bulan terakhir. Mereka menyatakan bahwa jam operasional yang sebelumnya dapat berlangsung hingga dini hari kini mulai mengalami penurunan jumlah pembeli sejak malam hari. Kondisi tersebut dikaitkan dengan melemahnya daya beli masyarakat serta peningkatan biaya operasional yang terus menekan margin keuntungan usaha kecil.
Koalisi pelaku UMKM juga memaparkan data internal mengenai jumlah warung makan yang menurun drastis di wilayah Jabodetabek. Mereka mencatat bahwa jumlah warung yang sebelumnya diperkirakan mencapai puluhan ribu kini tinggal sekitar separuhnya. Warung makan bagi banyak keluarga bukan hanya sumber penghasilan, tetapi juga ruang bertahan hidup yang menghidupi pekerja, pemilik, dan keluarga mereka. Oleh karena itu, pengetatan aturan dinilai akan memberikan tekanan tambahan dalam situasi yang sudah sulit.
Ketentuan lain yang dinilai memberatkan adalah pelarangan merokok di rumah makan, kewajiban menyediakan ruang merokok terpisah dari bangunan utama, serta pembatasan penjualan rokok dalam radius tertentu dari fasilitas pendidikan. Pelaku usaha menyampaikan bahwa ketentuan-ketentuan tersebut secara praktis dapat membatasi ruang usaha dan berpotensi menurunkan jumlah pelanggan yang selama ini menjadi basis pendapatan mereka.
Mereka berharap agar proses penyusunan kebijakan mempertimbangkan aspek keberlanjutan ekonomi usaha kecil, terutama di tengah kondisi pemulihan ekonomi yang belum merata. Koordinasi antara pembuat kebijakan dan pelaku usaha dianggap sebagai langkah penting agar regulasi dapat berjalan efektif tanpa menimbulkan beban berlebihan bagi pedagang kecil yang menjadi bagian penting dari aktivitas ekonomi perkotaan.
RAT/NNA



