Gelombang Impor Murah Dinilai Tekan Industri Fesyen Lokal, Pemerintah Siapkan Penertiban dan Strategi Substitusi
Sabtu, 22 November 2025 | 08:00 WIB

LINK UMKM - Pelaku fesyen lokal kembali menghadapi tekanan besar akibat masuknya produk impor murah dalam jumlah masif. Dalam sebuah agenda publik pekan ini, pemerintah pusat menyampaikan bahwa harga pakaian impor tertentu, terutama yang berasal dari luar Asia, dijual dengan nilai yang sangat rendah di pasar domestik. Fenomena ini dinilai menghambat daya saing produsen dalam negeri, terutama pelaku UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung industri fesyen nasional.
Pemerintah menilai bahwa sejumlah produk seperti jilbab yang dijual hanya sekitar Rp 1.000 hingga Rp 2.000 per potong merupakan indikasi adanya persoalan serius dalam arus masuk barang impor. Harga tersebut jauh di bawah biaya produksi normal di dalam negeri, sehingga berpotensi mendorong penurunan daya saing, penutupan usaha, serta hilangnya lapangan kerja. Para pembuat batik printing dan produk garmen skala rumahan disebut menjadi kelompok yang paling terdampak.
Sejalan dengan itu, pemerintah menegaskan bahwa penanganan impor pakaian bekas ilegal yang dilakukan dalam beberapa bulan terakhir hanyalah bagian kecil dari persoalan yang lebih besar. Fokus kebijakan kini diperluas ke arah pengawasan pakaian baru impor yang dianggap masuk dengan harga tidak wajar. Pemerintah memandang langkah tersebut penting untuk menjaga keberlanjutan industri lokal sekaligus melindungi pasar nasional dari praktik dagang yang berpotensi merusak struktur ekonomi.
Data yang dipaparkan menunjukkan lonjakan signifikan dalam impor pakaian bekas. Pada 2021 volumenya hanya sekitar 7 ton, namun meningkat menjadi 12 ton pada 2022. Laju kenaikan kembali tajam pada 2024, ketika angkanya mencapai 3.600 ton. Hingga Agustus 2025, volume impor pakaian bekas yang tercatat sudah menyentuh 1.800 ton. Pemerintah menilai tren ini sebagai indikator banjirnya barang luar negeri di pasar domestik, yang berpotensi melemahkan industri tekstil nasional secara sistemik.
Menindaklanjuti temuan tersebut, pemerintah menyampaikan bahwa mereka telah melakukan koordinasi internal untuk memperkuat pengawasan di titik masuk barang. Sejumlah celah yang diduga dimanfaatkan oknum dalam proses impor disebut sedang ditata ulang agar arus barang lebih transparan dan tercatat secara akurat. Pemerintah juga berencana memanggil sejumlah platform perdagangan daring untuk memastikan bahwa penjualan barang thrifting benar-benar dihentikan dan tidak lagi ditemukan di kanal digital.
Selain penertiban, pemerintah menyiapkan pendekatan substitusi sebagai strategi jangka menengah. Para pelaku industri lokal, termasuk produsen fesyen skala kecil, dikumpulkan untuk memperkuat kapasitas produksi dalam negeri. Pemerintah menilai bahwa pedagang yang selama ini menggantungkan pendapatan pada barang impor murah perlu diberi alternatif agar tetap dapat menjalankan usaha melalui produk lokal yang kompetitif.
Dengan strategi yang menggabungkan pengawasan, penataan arus impor, dan penguatan kapasitas industri nasional, pemerintah berharap dapat membangun mekanisme pasar yang lebih sehat. Upaya ini dipandang penting agar UMKM fesyen tetap dapat bertahan, tumbuh, dan mengambil kembali porsi pasar yang selama ini tergerus oleh masuknya produk impor berharga sangat rendah.
RA/NN



