Dampak Raperda Kawasan Tanpa Rokok terhadap Keberlangsungan Usaha Mikro di Jakarta

Rabu, 19 November 2025 | 13:00 WIB

Dampak Raperda Kawasan Tanpa Rokok terhadap Keberlangsungan Usaha Mikro di Jakarta

LINK UMKM - Pembahasan mengenai rancangan aturan kawasan tanpa rokok memunculkan respons kuat dari pelaku usaha mikro di Jakarta. Berbagai komunitas pedagang menyampaikan bahwa aturan yang tengah difinalisasi dinilai tidak mencerminkan kondisi ekonomi masyarakat kecil yang masih berjuang mempertahankan pendapatan harian. Dalam beberapa pernyataan kolektif, para pedagang mengemukakan bahwa sejumlah ketentuan di dalam rancangan regulasi tersebut dianggap berpotensi mempersempit ruang usaha, terutama pada sektor makanan dan minuman yang mengandalkan interaksi langsung dengan konsumen.

Sejumlah kelompok pedagang menilai bahwa pasal terkait pelarangan penjualan produk rokok dan perluasan area tanpa rokok hingga ruang makan umum akan mempengaruhi pola transaksi harian. Pedagang makanan skala kecil seperti warteg, warung kelontong, maupun penjual kopi keliling menyatakan bahwa kewajiban penyediaan ruang merokok terpisah dari bangunan utama tidak sejalan dengan karakter usaha mikro yang umumnya beroperasi di area sempit. Para pelaku usaha menggambarkan bahwa rata-rata luas warung makan hanya sekitar 24 meter persegi, sehingga penambahan ruang khusus tidak memungkinkan secara teknis maupun finansial.

Aspirasi penolakan tersebut kemudian dihimpun melalui sebuah petisi bersama yang berisi desakan agar proses pengesahan regulasi tidak dilakukan sebelum ada peninjauan lapangan secara menyeluruh. Petisi itu menyoroti potensi penurunan pendapatan harian akibat larangan penjualan rokok dalam radius tertentu serta pembatasan aktivitas merokok di rumah makan. Kelompok pedagang yang terlibat menyatakan bahwa usaha kecil selama ini bergerak dalam situasi ekonomi yang rentan, sehingga kebijakan baru yang membatasi ruang operasional dikhawatirkan memperburuk kondisi.

Dari sisi dinamika usaha, data yang dihimpun kelompok pedagang menunjukkan bahwa jumlah warteg aktif di Jabodetabek turun signifikan dalam beberapa tahun terakhir. Tercatat penurunan dari sekitar 50 ribu menjadi 25 ribu unit. Angka tersebut menggambarkan tekanan ekonomi yang sedang dihadapi pelaku usaha kecil, mulai dari kenaikan biaya sewa hingga penurunan jumlah pelanggan. Para pedagang menilai bahwa regulasi baru, apabila diterapkan tanpa mempertimbangkan realitas di lapangan, berpotensi menambah risiko penutupan usaha.

Dalam beberapa penyampaian resmi, perwakilan komunitas pedagang menjelaskan bahwa banyak warteg yang sebelumnya beroperasi hingga larut malam kini mengalami penurunan jumlah pelanggan sejak pukul 22.00. Kondisi tersebut dianggap sebagai penanda daya beli yang melemah. Mereka berharap proses penyusunan regulasi dilakukan dengan mempertimbangkan kondisi faktual ekonomi rakyat kecil, termasuk kemampuan adaptasi usaha terhadap aturan baru.

Para pelaku UMKM menyimpulkan bahwa semangat penghormatan terhadap kawasan tanpa rokok perlu diimbangi dengan pendekatan yang proporsional terhadap karakter usaha mikro. Mereka menekankan pentingnya regulasi yang melindungi kesehatan tanpa mengorbankan keberlangsungan usaha masyarakat kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi perkotaan.

RA/NN

Komentar

Media Lainnya

Hi!👋
Linda (Link UMKM Digital Assistant)
Chat via WhatsApp disini !

x