Pemerintah Siapkan Inpres Pemanfaatan Fasilitas Negara untuk UMKM: Langkah Strategis Dorong Keadilan Ekonomi
Minggu, 9 November 2025 | 08:00 WIB

LINK UMKM - Pemerintah sedang menyiapkan kebijakan baru dalam bentuk Instruksi Presiden (Inpres) yang mengatur pemanfaatan fasilitas negara yang tidak terpakai (idle) agar bisa dimanfaatkan oleh pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). Kebijakan ini diarahkan untuk memperluas ruang pemberdayaan ekonomi rakyat, sekaligus mengoptimalkan aset negara yang belum produktif menjadi wadah kegiatan ekonomi masyarakat.
Langkah tersebut digagas oleh Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat, A. Muhaimin Iskandar, yang menilai bahwa banyak fasilitas milik pemerintah pusat maupun daerah belum dimanfaatkan secara maksimal. Pemerintah berupaya menjadikan ruang-ruang tersebut sebagai sarana pemberdayaan ekonomi rakyat melalui program pinjam pakai bagi UMKM.
Dalam pelaksanaannya, sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) disebut telah menunjukkan dukungan terhadap kebijakan ini. Pemerintah menargetkan pembukaan akses bagi UMKM untuk memanfaatkan fasilitas publik, terutama di kawasan perkotaan seperti Jakarta. Fasilitas yang bersifat idle akan diberikan secara pinjam pakai tanpa skema sewa, sementara ruang bisnis aktif akan disewakan dengan tarif bersahabat sesuai ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 tentang kemitraan dan ruang usaha bagi UMKM.
Ketentuan tersebut mewajibkan minimal 30 persen dari total ruang fasilitas publik dialokasikan bagi pelaku UMKM dengan biaya sewa maksimal 30 persen dari harga pasar. Pendekatan ini diharapkan mendorong keterjangkauan ruang usaha, terutama bagi pelaku mikro dan kecil yang sering kali terkendala biaya sewa tinggi di kawasan strategis.
Kementerian UMKM telah melakukan inventarisasi awal dan mencatat sekitar 980 ribu meter persegi ruang fasilitas publik di seluruh Indonesia yang berpotensi dimanfaatkan oleh UMKM. Dari jumlah tersebut, sekitar 30–40 persen atau 300–350 ribu meter persegi telah dialokasikan, meski pemanfaatannya dinilai belum optimal. Pemerintah menegaskan bahwa lokasi yang diberikan harus representatif dan tidak ditempatkan di area yang kurang strategis, agar keberadaan UMKM dapat berkontribusi langsung terhadap aktivitas ekonomi di kawasan tersebut.
Kolaborasi antara UMKM dan perusahaan besar dalam satu kawasan juga dipandang sebagai bentuk simbiosis saling menguntungkan. Pemerintah mendorong agar fasilitas publik dapat menjadi ekosistem bisnis inklusif, tempat UMKM tumbuh berdampingan dengan pelaku usaha besar.
Meski demikian, sejumlah tantangan masih dihadapi, antara lain dalam proses kurasi UMKM penerima fasilitas, penetapan biaya sewa yang adil, serta pendampingan pascaaktivitas usaha. Pemerintah menilai bahwa aspek pendampingan menjadi krusial untuk menjaga kualitas produk, layanan, dan keberlanjutan usaha UMKM yang memanfaatkan ruang publik tersebut.
Melalui kebijakan ini, pemerintah ingin memastikan bahwa dukungan terhadap UMKM bukan sekadar respons saat krisis, tetapi menjadi komitmen jangka panjang dalam membangun keadilan ekonomi. Dengan optimalisasi fasilitas publik dan pemanfaatan aset negara secara produktif, kebijakan ini diharapkan mampu memperkuat struktur ekonomi rakyat, menciptakan lapangan kerja baru, dan mempercepat proses graduasi pelaku UMKM menuju usaha yang lebih mandiri dan formal.
RA/NN



