Larangan Thrifting Dorong Transformasi Penjual ke Produk Lokal UMKM
Minggu, 9 November 2025 | 08:00 WIB

LINK UMKM - Kebijakan pelarangan impor pakaian bekas yang selama ini menjadi bagian dari tren thrifting membawa arah baru bagi sektor usaha kecil di Indonesia. Langkah ini tidak hanya menata ulang alur perdagangan barang bekas impor, tetapi juga membuka peluang bagi penguatan pasar produk lokal, terutama dari pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dalam rapat terbatas yang digelar di Jakarta, pemerintah menegaskan pentingnya memberikan solusi bagi para pedagang thrifting agar tetap dapat bertahan secara ekonomi. Pendekatan yang ditempuh tidak berhenti pada pembatasan barang, melainkan diarahkan pada transformasi aktivitas perdagangan. Para pelaku usaha yang sebelumnya bergantung pada pasokan pakaian bekas impor akan difasilitasi untuk beralih menjual produk-produk hasil karya lokal.
Kebijakan substitusi ini didasari pada pertimbangan ekonomi dan sosial. Larangan thrifting memang berpotensi menurunkan pendapatan sebagian pedagang yang menggantungkan hidupnya dari perdagangan pakaian bekas. Namun, pemerintah memandang perlu adanya langkah strategis agar mereka tidak kehilangan mata pencaharian. Melalui sinergi lintas kementerian, program pembinaan serta penyediaan akses terhadap produk lokal akan menjadi fokus utama agar para pedagang tetap dapat melanjutkan usahanya.
Langkah ini juga diharapkan memperkuat industri kreatif dan sektor tekstil dalam negeri. Produk lokal, terutama yang dihasilkan oleh UMKM, dinilai memiliki potensi besar untuk menggantikan minat masyarakat terhadap barang bekas impor. Beberapa daerah yang dikenal sebagai pusat industri pakaian dan distro, seperti Bandung, menunjukkan kemampuan dalam menghasilkan produk fesyen berkualitas dengan harga bersaing. Kondisi ini menjadi alasan kuat bahwa pasar domestik mampu memenuhi kebutuhan mode masyarakat tanpa harus bergantung pada barang impor bekas.
Selain itu, kebijakan ini dinilai sebagai bentuk perlindungan terhadap produsen dalam negeri yang selama ini terdampak oleh membanjirnya produk luar negeri dengan harga rendah. Melalui pelarangan thrifting, diharapkan roda produksi lokal dapat berputar lebih cepat, menciptakan lapangan kerja baru, dan meningkatkan kesejahteraan pelaku usaha di berbagai daerah.
Upaya pengalihan para pedagang thrifting ke penjualan produk UMKM juga dipandang sebagai bentuk pemberdayaan ekonomi yang berkelanjutan. Pemerintah akan memastikan bahwa transisi ini tidak sekadar mengganti jenis barang dagangan, tetapi juga memperkuat kapasitas para pedagang melalui pelatihan, pendampingan, serta penyediaan akses terhadap ekosistem digital dan pembiayaan mikro.
Dari perspektif jangka panjang, kebijakan ini berpotensi menciptakan perubahan signifikan dalam perilaku konsumsi masyarakat. Kesadaran untuk membeli dan menggunakan produk lokal diperkirakan meningkat seiring dengan tersedianya alternatif berkualitas dari UMKM. Di sisi lain, pasar domestik dapat berkembang lebih sehat dengan rantai pasok yang lebih terkendali dan berorientasi pada nilai tambah ekonomi di dalam negeri.
Transformasi ini menunjukkan bahwa kebijakan pembatasan impor bukan semata bentuk penertiban, melainkan strategi untuk memperkuat fondasi ekonomi nasional melalui pemberdayaan UMKM. Ketika pedagang thrifting mulai beradaptasi menjual produk lokal, mereka tidak hanya mempertahankan penghidupan, tetapi juga ikut berperan dalam gerakan nasional membangun kemandirian ekonomi berbasis potensi dalam negeri.
RA/NN



