Pemerintah Siapkan Aturan Baru untuk Menjaga Keseimbangan Persaingan UMKM dan Ritel Modern
Jumat, 7 November 2025 | 13:00 WIB

LINK UMKM - Persaingan antara pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dengan jaringan ritel modern kian menjadi perhatian pemerintah. Ketimpangan dalam struktur pasar dianggap berpotensi menekan keberlangsungan usaha kecil yang menjadi tulang punggung ekonomi rakyat. Menjawab hal tersebut, pemerintah melalui Kementerian Koordinator Pemberdayaan Masyarakat tengah menyiapkan Kebijakan Rantai Bisnis Berkeadilan, sebuah regulasi baru yang dirancang untuk menata hubungan usaha agar tercipta persaingan yang sehat antara pelaku UMKM dan ritel besar.
Langkah ini menunjukkan upaya sistematis pemerintah dalam memperkuat struktur ekonomi domestik berbasis keadilan distributif. Menurut pendekatan teori market fairness, keseimbangan antara pelaku usaha besar dan kecil menjadi elemen penting dalam menjaga efisiensi sekaligus pemerataan manfaat ekonomi. Selama satu dekade terakhir, pertumbuhan ritel modern yang pesat memang memunculkan dinamika baru dalam perilaku konsumsi masyarakat. Di sisi lain, banyak pelaku UMKM tradisional seperti warung dan toko kecil menghadapi tekanan akibat perbedaan daya saing harga, teknologi, dan akses permodalan.
Kebijakan baru ini akan memperkuat implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2021 yang mengatur kemudahan perizinan, akses pembiayaan, dan perluasan pasar bagi UMKM. Dengan rancangan tersebut, pemerintah berupaya agar pemerintah daerah memiliki acuan yang jelas dalam menata ekosistem perdagangan di wilayahnya—tanpa menghambat pertumbuhan sektor ritel modern. Pendekatan ini sejalan dengan prinsip inclusive growth, yaitu pertumbuhan ekonomi yang tidak hanya berfokus pada ekspansi, tetapi juga pada keterlibatan seluruh lapisan pelaku usaha.
Dari sisi empiris, asosiasi UMKM menilai perbedaan pasar antara ritel modern dan usaha kecil tidak selalu berarti konflik langsung. Pasar yang berbeda, perilaku konsumen yang beragam, serta variasi harga menunjukkan bahwa keduanya memiliki segmen masing-masing. Namun, tanpa intervensi kebijakan yang jelas, risiko dominasi pasar tetap terbuka, terutama di daerah urban yang memiliki daya beli tinggi. Karena itu, regulasi berbasis pemerataan diharapkan mampu menjaga keberlangsungan usaha kecil sembari mendorong inovasi melalui kolaborasi lintas sektor.
Pelaku ritel besar pun mulai menyesuaikan diri. Sejumlah jaringan ritel nasional dikabarkan telah melakukan pelatihan dan pendampingan bagi UMKM lokal untuk menjadi bagian dari rantai pasok mereka. Model kemitraan seperti ini dianggap sebagai langkah strategis untuk memperkuat supply chain integration dan meningkatkan nilai tambah produk lokal di pasar modern. Dalam perspektif ekonomi mikro, pola kolaboratif ini dapat menciptakan mutual benefit antara dua lapisan usaha—ritel memperoleh variasi produk lokal yang unik, sementara UMKM mendapatkan saluran distribusi yang lebih luas.
Ke depan, kebijakan Rantai Bisnis Berkeadilan diharapkan tidak hanya menjadi instrumen hukum, tetapi juga katalis bagi terciptanya struktur ekonomi yang lebih inklusif. Pemerintah diharapkan mampu memastikan penerapannya berlangsung konsisten di daerah, termasuk dalam pengawasan terhadap ekspansi ritel besar di kawasan padat UMKM. Dengan sinergi kebijakan dan dukungan lintas pelaku, persaingan yang adil bukan hanya menjaga keberlanjutan usaha kecil, tetapi juga memperkuat daya tahan ekonomi nasional.
RA/NN



