Ketahanan UMKM Pasca Relokasi: Pembelajaran dari Kasus Pembongkaran Barito
Kamis, 6 November 2025 | 08:00 WIB

LINK UMKM - Peristiwa pembongkaran lapak pedagang di kawasan Barito, Jakarta Selatan, menjadi cerminan nyata tentang rapuhnya ekosistem usaha mikro ketika berhadapan dengan perubahan tata ruang kota. Kawasan yang selama bertahun-tahun menjadi ruang hidup bagi pelaku kuliner kini berubah menjadi area terbuka hijau. Bagi sebagian warga kota, langkah ini dipandang sebagai upaya memperindah lingkungan. Namun bagi para pelaku usaha kecil, perubahan tersebut menimbulkan tantangan baru yang tak mudah dihadapi.
Salah satu pedagang menyampaikan bahwa para pelaku UMKM seharusnya mendapatkan perbaikan fasilitas, bukan sekadar penertiban. Ungkapan itu menggambarkan kekecewaan yang muncul ketika keberlanjutan usaha belum sejalan dengan arah kebijakan penataan wilayah. Para pelaku yang sudah bertahun-tahun menggantungkan hidup di lokasi tersebut merasa kehilangan akses terhadap pelanggan yang selama ini menjadi basis utama penjualan mereka.
Fenomena ini memperlihatkan bagaimana keberlanjutan usaha UMKM tidak hanya bergantung pada modal atau kemampuan produksi, tetapi juga pada kepastian ruang usaha. Di berbagai kota besar, banyak pelaku UMKM menempati ruang publik secara informal karena keterbatasan akses terhadap lokasi komersial yang terjangkau. Ketika terjadi relokasi, mereka dihadapkan pada pilihan sulit: berpindah ke lokasi baru dengan risiko kehilangan pelanggan, atau tetap berjualan secara tidak resmi dengan ancaman penertiban.
Namun, di balik kesulitan itu, muncul potret ketahanan yang kuat dari para pelaku usaha kecil. Beberapa pedagang memilih untuk tetap berjualan dengan mendirikan tenda sederhana di sekitar lokasi semula. Langkah ini menjadi bentuk adaptasi spontan terhadap perubahan mendadak, sekaligus menunjukkan bahwa semangat bertahan menjadi modal utama dalam menghadapi ketidakpastian. Strategi semacam ini, meski bersifat sementara, mencerminkan fleksibilitas tinggi yang selama ini menjadi ciri khas sektor UMKM di Indonesia.
Dari sisi sosial-ekonomi, peristiwa ini mengingatkan bahwa penataan kota seharusnya mempertimbangkan dimensi keberlanjutan usaha rakyat. Pengalaman empiris menunjukkan bahwa UMKM memiliki kontribusi signifikan terhadap perekonomian daerah, khususnya dalam menyediakan lapangan kerja dan menjaga dinamika ekonomi lokal. Oleh karena itu, setiap kebijakan revitalisasi ruang publik idealnya disertai dengan pendekatan yang inklusif, yang tidak hanya menata ruang fisik, tetapi juga memastikan keberlangsungan ekonomi masyarakat yang bergantung padanya.
Dalam konteks yang lebih luas, ketahanan UMKM tidak hanya ditentukan oleh dukungan finansial, melainkan juga oleh kemampuan adaptif terhadap perubahan lingkungan. Ketika pelaku usaha mampu memanfaatkan peluang baru, misalnya dengan memperkuat strategi digital atau mencari lokasi alternatif yang lebih stabil, maka dampak negatif dari relokasi dapat diminimalkan. Namun, agar hal itu terjadi, dibutuhkan pendampingan yang berkesinambungan dan kemudahan akses terhadap informasi serta fasilitas usaha yang legal dan terjangkau.
Kasus Barito menjadi pelajaran penting bahwa daya juang UMKM selalu lahir dari situasi sulit. Meski ruang usaha bisa berubah, semangat untuk tetap bertahan dan berinovasi tidak pernah padam. Selama ada kesadaran kolektif untuk menjadikan UMKM sebagai bagian dari identitas ekonomi perkotaan, maka setiap perubahan tata ruang dapat berjalan seimbang antara kepentingan publik dan keberlanjutan ekonomi rakyat kecil.
RA/NN



