UMKM Diingatkan untuk Tidak Menyalahgunakan Insentif Pajak PPh Final 0,5 Persen
Sabtu, 1 November 2025 | 13:00 WIB

LINK UMKM - Kebijakan insentif pajak dengan tarif pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5 persen menjadi salah satu bentuk dukungan pemerintah terhadap pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Insentif ini dirancang untuk meringankan beban perpajakan sekaligus memberikan kesempatan bagi pelaku usaha kecil agar dapat tumbuh dan berkembang sebelum bertransisi ke sistem perpajakan umum.
Namun, dalam implementasinya, sejumlah pihak mengingatkan agar kebijakan ini tidak disalahgunakan, khususnya melalui praktik pemecahan usaha yang dilakukan hanya untuk mempertahankan status sebagai penerima insentif. Praktik tersebut dikhawatirkan dapat mengaburkan esensi kebijakan yang seharusnya mendorong transformasi dan kemandirian pelaku usaha kecil.
Dalam keterangan resmi, otoritas perpajakan menilai bahwa fasilitas PPh final 0,5 persen diperuntukkan bagi pelaku usaha yang masih berada pada tahap awal pertumbuhan, bukan bagi entitas usaha yang sebenarnya telah berkembang dan memiliki kapasitas keuangan lebih besar. Karena itu, pelaku usaha yang telah naik kelas diimbau agar beralih ke sistem perpajakan reguler yang menghitung kewajiban berdasarkan laporan pembukuan dan profit riil.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, insentif pajak ini diberikan kepada pelaku UMKM dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar. Sementara itu, usaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun tidak dikenai pajak penghasilan. Kebijakan tersebut menjadi bagian dari strategi pemerintah dalam menciptakan ekosistem fiskal yang adil sekaligus mendorong kepatuhan pajak secara bertahap bagi pelaku usaha di sektor riil.
Otoritas fiskal juga menegaskan bahwa perpanjangan masa berlaku insentif PPh final 0,5 persen hingga tahun 2029 merupakan upaya untuk menjaga keberlanjutan sektor UMKM di tengah tantangan ekonomi global. Kebijakan ini dipandang sebagai langkah afirmatif yang memberikan ruang adaptasi bagi pelaku usaha kecil dalam memperkuat struktur keuangan dan administrasi bisnisnya.
Meskipun demikian, terdapat dorongan agar pelaku UMKM tidak bergantung secara berlebihan pada fasilitas ini. Pihak berwenang menekankan pentingnya transisi menuju tata kelola keuangan yang lebih transparan, termasuk pembukuan yang terstandar dan pelaporan pajak berbasis profit. Dengan demikian, pelaku UMKM diharapkan dapat berkontribusi lebih optimal terhadap penerimaan negara tanpa mengorbankan keberlanjutan usaha.
Penerapan insentif pajak yang tepat sasaran dianggap memiliki peran penting dalam memperkuat basis ekonomi nasional. Apabila dijalankan secara konsisten dan diawasi dengan baik, kebijakan ini bukan hanya memberi keringanan fiskal, tetapi juga menjadi instrumen pembelajaran bagi pelaku usaha untuk mengelola kewajiban perpajakan secara profesional.
Selain itu, kesadaran pajak di kalangan UMKM juga menjadi indikator penting dari kematangan ekonomi suatu daerah. Ketika pelaku usaha memahami bahwa pembayaran pajak merupakan kontribusi langsung terhadap pembangunan, maka kepercayaan publik terhadap sistem fiskal akan meningkat.
Dengan pendekatan yang seimbang antara dukungan dan pengawasan, kebijakan PPh final 0,5 persen diharapkan tidak hanya menjadi insentif sementara, tetapi juga bagian dari strategi jangka panjang untuk menciptakan UMKM yang tangguh, transparan, dan berdaya saing di tingkat nasional.
RA/NN



