100 UMKM di Sulteng Ikuti Pelatihan Literasi Keuangan untuk Perkuat Daya Saing
Rabu, 24 September 2025 | 08:00 WIB

LINK UMKM - Sebanyak 100 pelaku usaha mikro dan kecil (UMKM) di Sulawesi Tengah mengikuti pelatihan manajemen keuangan yang digelar di dua kabupaten secara berurutan. Kegiatan ini dilaksanakan di Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol pada 10–11 September, dengan jumlah peserta masing-masing 50 pelaku usaha. Fokus utama kegiatan ini adalah memperkuat literasi keuangan, yang dinilai sebagai salah satu kunci keberlangsungan usaha kecil dalam menghadapi persaingan pasar yang semakin kompetitif.
Literasi keuangan dianggap tidak hanya sebatas pemahaman tentang pencatatan transaksi, melainkan juga fondasi untuk menjaga keberlanjutan usaha. Banyak UMKM yang mengalami kesulitan berkembang karena lemahnya pencatatan modal, keuntungan, dan arus kas. Dengan pelatihan ini, pelaku usaha diharapkan mampu menyusun laporan keuangan yang lebih sistematis sehingga dapat memetakan kondisi usahanya secara lebih jelas.
Materi pelatihan dirancang praktis dan aplikatif. Peserta dibekali pemahaman tentang laporan keuangan, perhitungan break even point (BEP), pencatatan akuntansi dasar, hingga latihan membuat jurnal umum, buku besar, dan neraca saldo. Selain itu, mereka juga diperkenalkan pada aplikasi pencatatan transaksi sederhana yang bisa digunakan sehari-hari tanpa memerlukan latar belakang akuntansi yang rumit.
Pemahaman teknis semacam ini dinilai penting agar UMKM dapat mengelola modal dengan lebih terukur. Dengan laporan keuangan yang akuntabel, usaha kecil berpeluang memperluas pasar, memperkuat rantai pasok, dan bahkan membuka lapangan kerja baru. Lebih jauh, keterampilan ini juga memberi kemampuan bagi pelaku usaha untuk mengakses pinjaman dengan lebih bijak, mengurangi risiko salah kelola utang, sekaligus memperbesar peluang naik kelas ke level usaha yang lebih mapan.
Pelatihan semacam ini dipandang sebagai langkah strategis untuk menjawab tantangan rendahnya literasi keuangan di kalangan UMKM. Data pemerintah menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia masih di bawah 50 persen, dengan tingkat inklusi keuangan yang baru mencapai sekitar 85 persen. Angka tersebut menegaskan masih adanya kesenjangan antara akses ke layanan keuangan dengan pemahaman cara mengelolanya. Dalam konteks UMKM, gap ini berpotensi menghambat ekspansi usaha dan akses terhadap pembiayaan formal.
Oleh karena itu, keberlanjutan program serupa diharapkan bisa diperluas ke lebih banyak wilayah, agar manfaatnya tidak hanya dirasakan di dua kabupaten, tetapi juga menjangkau pelaku usaha di daerah lain. Upaya ini sekaligus menjadi bagian dari penguatan daya saing ekonomi daerah melalui pemberdayaan pelaku UMKM sebagai motor penggerak ekonomi lokal.
Pelatihan literasi keuangan ini pada akhirnya menegaskan bahwa penguatan kapasitas manajemen usaha merupakan investasi jangka panjang. Dengan pengetahuan yang lebih baik, UMKM tidak hanya lebih siap menghadapi tantangan pasar, tetapi juga mampu berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi yang inklusif di daerah.
RA/NS



