UMKM Kuliner Jakarta Diminta Segera Urus NIB dan SPPL untuk Atasi Pencemaran Sungai

Sabtu, 20 September 2025 | 13:00 WIB

UMKM Kuliner Jakarta Diminta Segera Urus NIB dan SPPL untuk Atasi Pencemaran Sungai

LINK UMKM - Hasil kajian pemerintah daerah menunjukkan bahwa usaha kuliner menjadi penyumbang terbesar pencemaran limbah air di sepanjang Sungai Ciliwung. Kondisi ini mendorong pemerintah meminta seluruh pelaku usaha kuliner segera mengurus Nomor Induk Berusaha (NIB) dan membuat Surat Pernyataan Pengelolaan Lingkungan (SPPL) sebagai bentuk kepatuhan dalam menjaga kualitas lingkungan dan kesehatan masyarakat.

Pemerintah menegaskan bahwa pendaftaran NIB dan SPPL dapat dilakukan melalui layanan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP) serta sistem Online Single Submission (OSS). Hingga saat ini, jumlah usaha kuliner di Jakarta diperkirakan mencapai 351.700 unit, terdiri dari 80.037 restoran atau rumah makan, 45.750 usaha makanan dan minuman keliling, 11.420 katering, serta 215.479 usaha kuliner lainnya. Dari jumlah tersebut, sekitar 91 persen belum memiliki NIB.

UMKM dan Dampak Limbah Terhadap Sungai

Aktivitas usaha di bantaran sungai dinilai sebagai faktor utama pencemaran karena sebagian besar belum melakukan pengelolaan lingkungan yang memadai. Pemerintah daerah mencatat banyak UMKM yang belum membuat SPPL, sehingga limbah produksi langsung dibuang ke sungai. Kondisi ini menyebabkan Indeks Kualitas Air (IKA) berada jauh di bawah target. Padahal, IKA merupakan indikator penting dalam penilaian indeks kualitas lingkungan hidup secara nasional.

Kajian terbaru juga menunjukkan bahwa Jakarta menghadapi beban berat dalam peningkatan kualitas air sungai. Dari 11.499 sumber pencemar titik, kontribusi terbesar berasal dari pertokoan sebanyak 4.130 titik dan restoran sebanyak 3.555 titik. Sumber pencemar lain tercatat dari bengkel dan pergudangan (618), hotel (312), industri kecil (436), pasar tradisional (88), pasar modern (7), fasilitas pendidikan (769), perkantoran (1.053), pariwisata (161), peternakan dan rumah potong hewan (174), serta rumah sakit (189).

Sementara itu, dari 7.196 sumber pencemar non-titik, mayoritas berasal dari permukiman teratur (2.836), permukiman tidak teratur (2.251), area perkantoran (1.754), dan permukiman kumuh (345).

UMKM Jadi Sumber Pencemar Utama

Kajian akademik dari perguruan tinggi nasional juga memperlihatkan bahwa UMKM memiliki peran signifikan terhadap pencemaran sungai di Jakarta. Sumber utama pencemar berasal dari pabrik tahu-tempe, laundry, rumah potong hewan, rumah makan, hingga limbah domestik (greywater) dari aktivitas mencuci piring, pakaian, dan kendaraan. Sebagian besar limbah domestik tersebut belum diolah dan langsung dialirkan ke drainase atau sungai.

Banyak UMKM serta rumah potong hewan yang diketahui belum memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL). Hal ini membuat limbah hasil kegiatan usaha langsung masuk ke sungai, sehingga memperburuk kualitas air. Tantangan lain yang diidentifikasi adalah keterbatasan pembiayaan UMKM untuk membangun fasilitas pengolahan limbah, yang dinilai memerlukan solusi berkelanjutan serta kajian finansial lebih mendalam.

Dorongan Menuju Kepatuhan Lingkungan

Pemerintah berharap agar UMKM segera menindaklanjuti kewajiban administratif berupa NIB dan SPPL, sehingga tata kelola lingkungan dapat lebih terjaga. Dengan langkah tersebut, pencemaran sungai dapat ditekan sekaligus memperkuat keberlanjutan usaha. Bagi UMKM, kepatuhan ini juga diharapkan mampu meningkatkan kepercayaan konsumen yang semakin peduli pada aspek ramah lingkungan.

Kebijakan tersebut menjadi momentum penting agar UMKM kuliner tidak hanya fokus pada pertumbuhan usaha, tetapi juga memperhatikan keberlanjutan lingkungan hidup perkotaan. Dengan demikian, pengendalian limbah dapat berjalan beriringan dengan pertumbuhan ekonomi rakyat di Jakarta.

RA/NS

Komentar

Media Lainnya

Hi!👋
Linda (Link UMKM Digital Assistant)
Chat via WhatsApp disini !

x