Digitalisasi Pajak: Jalan Menuju Keadilan dan Kemandirian Fiskal Indonesia
Senin, 1 September 2025 | 08:00 WIB

LINK UMKM - Indonesia berada pada fase penting dalam sejarah perpajakan. Transformasi digital kini tidak lagi dianggap tren semata, melainkan menjadi bagian integral dari denyut perekonomian nasional. Dari pedagang kecil yang menggunakan QRIS, petani yang mulai memanfaatkan platform digital, hingga generasi muda yang membuka layanan berbasis daring, semua memperlihatkan arah perubahan. Pada Juni 2025, tercatat lebih dari 8.000 transaksi penerimaan negara melalui QRIS dengan nilai Rp2,8 miliar. Sementara itu, transaksi digital banking sepanjang 2023 mencapai Rp58.478 triliun. Angka ini menunjukkan betapa cepatnya ekonomi masyarakat beralih ke ruang digital.
Namun, sistem perpajakan belum sepenuhnya mampu bergerak seiring laju transformasi tersebut. Pada 2023, penerimaan pajak Indonesia sebesar Rp2.774,30 triliun, angka yang masih jauh dari potensi optimal, terutama dari sektor digital. Ekonomi digital yang pada 2022 bernilai USD 59 miliar dari e-commerce, diproyeksikan menembus USD 95 miliar pada 2025. Fakta ini menegaskan bahwa potensi fiskal yang lahir dari ekonomi digital masih belum tergarap maksimal.
Digitalisasi Sebagai Peluang
Perkembangan teknologi digital sejatinya menghadirkan peluang besar untuk memperkuat penerimaan negara. Sistem daring seperti e-faktur, e-bupot, dan pelaporan SPT elektronik telah mempermudah administrasi serta meningkatkan kepatuhan. Jejak digital dari transaksi perbankan, dompet digital, hingga marketplace dapat dimanfaatkan dengan big data dan kecerdasan buatan untuk memetakan perilaku wajib pajak secara lebih akurat.
Proyeksi ekonomi digital Indonesia yang mencapai USD 146 miliar pada 2025 semakin menegaskan urgensi reformasi perpajakan digital. Setiap transaksi dalam platform e-commerce dan layanan daring adalah data fiskal bernilai yang bisa dikelola secara efektif. Kebijakan pemungutan PPN otomatis sejak 2020 menjadi langkah awal penting yang menunjukkan bahwa digitalisasi mampu memperluas basis pajak sekaligus mendorong kepatuhan.
Risiko dan Kesenjangan
Meski peluang besar tersedia, terdapat risiko kesenjangan yang perlu diantisipasi. Masih banyak pelaku usaha digital, terutama sektor informal dan UMKM, yang belum tercatat sebagai wajib pajak aktif. Sebagian dari mereka tidak menyadari bahwa transaksi digital yang dilakukan memiliki implikasi fiskal. Situasi ini memperlihatkan adanya ketidakseimbangan antara pesatnya adopsi teknologi dan kesiapan sistem perpajakan.
Selain itu, karakter ekonomi digital yang bersifat lintas platform dan lintas negara menjadi tantangan tersendiri. Banyak transaksi sulit dilacak, sementara regulasi fiskal masih berorientasi pada model konvensional. Kondisi ini menciptakan celah yang dapat mengurangi potensi penerimaan negara jika tidak segera diatasi dengan sistem yang lebih adaptif.
Reformasi yang Diperlukan
Optimalisasi pajak digital membutuhkan dukungan regulasi yang sederhana, sistem yang ramah pengguna, serta peningkatan literasi perpajakan. Banyak UMKM dan pelaku usaha muda belum patuh bukan karena niat menghindar, melainkan karena sistem dianggap rumit. Oleh sebab itu, pendekatan yang komunikatif, edukatif, dan berbasis teknologi perlu dikedepankan.
Dalam skala global, Indonesia juga menghadapi tantangan terkait transaksi digital lintas batas. Isu mengenai pajak minimum global dan pengenaan pajak atas layanan digital internasional perlu diantisipasi melalui keterlibatan aktif dalam kerja sama antarnegara. Hal ini penting agar kepentingan nasional tetap terlindungi di tengah arus globalisasi.
Digitalisasi perpajakan juga tidak lepas dari aspek tata kelola. Transparansi, integritas aparatur, serta keberanian politik menjadi faktor penentu. Teknologi hanyalah alat, sedangkan keberhasilan reformasi fiskal ditentukan oleh sejauh mana penerimaan negara benar-benar dikembalikan kepada masyarakat dalam bentuk layanan publik yang nyata.
Masa depan penerimaan negara di era digital sangat bergantung pada kemampuan pemerintah dalam melakukan transisi dari sistem konvensional ke sistem berbasis elektronik. Digitalisasi pajak bukan hanya soal modernisasi teknologi, melainkan tentang pemerataan beban fiskal, peningkatan kepatuhan, serta terjaminnya transparansi.
Jika dikelola dengan visi jangka panjang, tata kelola yang bersih, dan komitmen terhadap keadilan fiskal, digitalisasi perpajakan dapat menjadi fondasi utama bagi kemandirian fiskal Indonesia di masa depan.
RA/NS



