Efisiensi Anggaran Dinilai Bisa Tekan Pajak dan Tantang Daya Tahan UMKM

Minggu, 31 Agustus 2025 | 08:00 WIB

Efisiensi Anggaran Dinilai Bisa Tekan Pajak dan Tantang Daya Tahan UMKM

LINK UMKM - Isu efisiensi belanja negara kembali menjadi perhatian publik sejak pemerintah menekankan penghematan pada APBN dan APBD tahun 2025. Sejumlah daerah bahkan menghadapi gelombang penolakan warga terkait kenaikan tarif pajak bumi dan bangunan (PBB), yang dipandang sebagai konsekuensi langsung dari keterbatasan fiskal daerah.

Fenomena itu mencuat di berbagai wilayah. Masyarakat di Pati, Bone, Jombang, hingga Cirebon diketahui menyuarakan keberatan atas lonjakan PBB yang dinilai terlalu tinggi. Langkah tersebut muncul karena sebagian besar pemerintah daerah masih bergantung pada transfer dana dari pusat, sementara porsi Pendapatan Asli Daerah (PAD) belum sepenuhnya optimal.

Transfer Daerah Mengalami Pemangkasan

Berdasarkan kebijakan efisiensi, transfer ke daerah dipangkas hingga Rp 50,5 triliun, sementara anggaran belanja kementerian dan lembaga turun sebesar Rp 256,1 triliun. Instruksi kepada pimpinan instansi juga menekankan pembatasan kegiatan seremonial dan pengurangan belanja perjalanan dinas.

Kondisi ini berdampak pada mekanisme fiskal. Sumber terbesar dana APBN berasal dari penerimaan pajak. Ketika belanja pemerintah berkurang, potensi penerimaan dari Pajak Pertambahan Nilai (PPN) maupun Pajak Penghasilan (PPh) ikut terpangkas. Contohnya, pembelian barang atau jasa oleh instansi pemerintah biasanya menghasilkan pungutan pajak yang masuk ke kas negara maupun daerah. Dengan adanya penghematan, aliran tersebut otomatis berkurang.

Selain itu, potensi penerimaan dari sektor jasa, khususnya perhotelan, juga melemah. Setiap kegiatan seminar atau rapat di hotel sebelumnya menjadi sumber pajak daerah sekaligus pajak pusat. Dengan pembatasan kegiatan, potensi tersebut ikut tergerus.

Dampak Tidak Langsung terhadap Ekonomi dan UMKM

Belanja negara memiliki efek berganda atau multiplier effect terhadap perekonomian. Pembangunan infrastruktur, misalnya, tidak hanya membuka peluang kerja bagi kontraktor dan pekerja lapangan, tetapi juga meningkatkan konsumsi rumah tangga hingga permintaan terhadap produk UMKM.

Namun, pemangkasan besar pada sektor pembangunan infrastruktur menimbulkan kekhawatiran akan melemahnya rantai ekonomi tersebut. Berkurangnya proyek konstruksi berarti lebih sedikit tenaga kerja yang terserap dan lebih sedikit konsumsi harian yang mengalir ke warung, katering, atau usaha kecil di sekitar proyek.

Bagi UMKM, kondisi ini berpotensi menekan omzet, khususnya bagi usaha yang biasa menjadi pemasok makanan, material, atau jasa pendukung kegiatan pemerintah.

Program Prioritas Jadi Penyeimbang

Meski efisiensi anggaran memangkas sejumlah belanja, pemerintah mendorong gagasan spending better, yakni mengalokasikan anggaran untuk program yang dianggap paling prioritas. Salah satu yang diutamakan adalah Program Makan Bergizi Gratis (MBG), yang digadang sebagai investasi jangka panjang dalam pembangunan sumber daya manusia.

Anggaran MBG diproyeksikan naik signifikan dari Rp 71 triliun pada 2025 menjadi Rp 335 triliun pada 2026. Program ini dinilai mampu menciptakan efek berganda baru, misalnya melalui peningkatan permintaan bahan pangan, jasa distribusi, hingga lapangan kerja untuk tenaga masak dan sopir.

Namun, sebagian bahan pangan pokok yang menjadi kebutuhan utama program ini dibebaskan dari pengenaan PPN, sehingga tidak serta-merta meningkatkan penerimaan pajak. Pertanyaannya, apakah efek positif dari satu program prioritas ini cukup kuat untuk menutup potensi penurunan pajak dari banyak program yang dipangkas, masih menjadi diskursus publik.

Efisiensi Bukan Sekadar Hemat, tapi Tepat Guna

Pada akhirnya, efisiensi dipandang bukan semata-mata soal pengurangan anggaran, melainkan bagaimana pengelolaan dilakukan secara efektif agar belanja negara tetap menghasilkan output yang nyata. Potensi penurunan penerimaan pajak menjadi salah satu konsekuensi yang harus diantisipasi.

Bagi UMKM, isu efisiensi anggaran berarti dua hal: peluang sekaligus tantangan. Jika program prioritas mampu membuka ruang pasar baru, UMKM bisa mendapatkan manfaat langsung. Sebaliknya, jika penghematan memangkas kegiatan pemerintah yang selama ini menjadi sumber permintaan, pelaku usaha kecil perlu menyiapkan strategi adaptif agar tetap bertahan.

RA/NS

Komentar

Media Lainnya

Hi!👋
Linda (Link UMKM Digital Assistant)
Chat via WhatsApp disini !

x