Jatiluwih Festival 2025: Model Penguatan UMKM Desa Melalui Ekowisata Budaya Berkelanjutan

Senin, 21 Juli 2025 | 10:00 WIB

Jatiluwih Festival VI merupakan momentum penting yang tidak hanya merayakan budaya, tetapi juga gaya hidup yang menyatu dengan alam.

LINK UMKM - Desa Jatiluwih di Kabupaten Tabanan, Bali, kembali mempersiapkan penyelenggaraan Jatiluwih Festival VI 2025, sebuah inisiatif budaya yang merepresentasikan sinergi antara pelestarian tradisi dan pemberdayaan ekonomi desa. Festival tahunan ini diposisikan sebagai platform ekowisata berbasis masyarakat yang memberikan dampak langsung terhadap peningkatan kapasitas UMKM lokal.

Penyelenggaraan festival ini tidak hanya menjadi bentuk selebrasi atas pengakuan internasional yang telah diterima desa, tetapi juga menjadi strategi pengembangan ekonomi kerakyatan yang selaras dengan nilai-nilai lokal. Konsep festival merujuk pada filosofi Tri Hita Karana yang menekankan keseimbangan antara manusia, alam, dan spiritualitas. Pendekatan ini menjadi dasar pembentukan sistem irigasi komunal khas Bali yang dikenal dengan nama Subak, sekaligus menjadi identitas ekologis dan kultural desa Jatiluwih.

Jatiluwih Festival 2025 dirancang untuk mengintegrasikan pertunjukan seni tradisional dan kontemporer dengan aktivitas edukatif, seperti lokakarya kerajinan, pengolahan pangan lokal, serta pameran produk UMKM. Program ini menempatkan pelaku usaha mikro dan kecil sebagai aktor utama dalam menciptakan nilai tambah dari warisan budaya yang dimiliki desa.

Kegiatan seperti pelatihan pembuatan laklak (kue tradisional), praktik menyangrai kopi secara manual, serta kreasi patung jerami lelakut bukan hanya bertujuan untuk pelestarian tradisi, tetapi juga sebagai bentuk pemanfaatan pengetahuan lokal menjadi produk ekonomi yang bernilai pasar. UMKM yang bergerak di sektor kuliner, kerajinan, dan produk budaya lainnya mendapat ruang khusus dalam festival untuk memperkenalkan produknya kepada pengunjung lokal maupun mancanegara.

Pemerintah daerah memproyeksikan bahwa festival ini akan menarik lebih dari 4.000 pengunjung per hari selama masa penyelenggaraan, sebuah angka yang dinilai mampu menggerakkan ekosistem ekonomi desa secara signifikan. Antusiasme tersebut menjadi indikator meningkatnya minat terhadap ekowisata berbasis nilai lokal dan keberlanjutan, serta peluang konkret bagi pelaku UMKM untuk menjangkau pasar yang lebih luas.

Di balik kemeriahan panggung utama, penyelenggaraan Jatiluwih Festival membawa misi jangka panjang: menjadikan desa sebagai pusat inovasi ekonomi kreatif yang berakar pada budaya dan lingkungan. Dengan mengedepankan interaksi budaya yang partisipatif, festival ini menciptakan ruang dialog antar masyarakat, pelaku usaha, dan wisatawan, yang memperkuat narasi pembangunan dari desa untuk dunia.

Sebagai bagian dari strategi pengembangan kawasan, Jatiluwih Festival turut mendukung pencapaian target pembangunan berkelanjutan di tingkat lokal, terutama dalam hal ketahanan ekonomi desa, inklusi sosial, dan konservasi lingkungan. Pengelolaan kegiatan dilakukan secara partisipatif, di mana warga desa dilibatkan dalam proses kurasi program, penyediaan layanan, hingga produksi konten budaya yang ditampilkan.

Dengan model seperti ini, Jatiluwih Festival tidak hanya menjadi perayaan budaya, tetapi juga menjadi instrumen penggerak ekonomi berbasis nilai lokal. Festival ini menunjukkan bahwa desa bukan sekadar objek wisata, melainkan subjek aktif pembangunan yang mampu menciptakan solusi ekonomi mandiri dan berkelanjutan.

***

ALP/NS

Komentar

Media Lainnya

Hi!👋
Linda (Link UMKM Digital Assistant)
Chat via WhatsApp disini !

x