Pajak UMKM Digital: Strategi Pemerintah Tingkatkan Pendataan dan Keadilan Fiskal

Selasa, 8 Juli 2025 | 11:00 WIB

Ilustrasi - UMKM di Indonesia.

LINK UMKM - Pemerintah kembali memunculkan wacana penerapan pajak terhadap para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang berjualan secara digital melalui platform e-commerce. Rencana ini tidak hanya didorong oleh aspek fiskal, tetapi juga berakar pada upaya peningkatan kualitas data ekonomi digital nasional dan penguatan prinsip keadilan dalam sistem perpajakan.

Dalam pernyataan publik terkini, pemerintah menekankan dua alasan utama di balik kebijakan ini. Pertama adalah kebutuhan akan pendataan pelaku usaha digital, dan kedua adalah keinginan menciptakan kesetaraan perlakuan perpajakan antara pedagang daring dan luring. Pendekatan ini merefleksikan penerapan prinsip equity in taxation, yakni kebijakan fiskal yang adil dan proporsional terhadap semua pelaku ekonomi, tanpa memandang saluran distribusinya.

Selama ini, transaksi di toko fisik dinilai telah tercatat dengan baik dalam sistem perpajakan formal karena menggunakan faktur dan sistem dokumentasi yang terstandarisasi. Sebaliknya, perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) masih menghadapi tantangan dari sisi pelacakan data transaksi, sehingga belum seluruhnya terintegrasi dalam sistem pengawasan fiskal nasional. Pemerintah kemudian menugaskan platform digital (marketplace) sebagai entitas yang bertanggung jawab melakukan pendataan terhadap penjual aktif di ekosistem mereka, sebagai bagian dari compliance infrastructure.

Langkah ini dinilai strategis dalam membangun basis data perpajakan yang lebih komprehensif, sesuai dengan teori broadening the tax base. Dengan memanfaatkan teknologi digital dan memperkuat integrasi sistem antar-lembaga, pemerintah berupaya mempersempit kesenjangan antara aktivitas ekonomi dan kewajiban fiskal.

Meski belum diumumkan secara resmi dalam bentuk regulasi, kebijakan ini dipastikan bukan merupakan jenis pajak baru. Justru, pemerintah menegaskan bahwa tidak akan ada pajak ganda yang dikenakan, terutama bagi pelaku usaha yang memiliki kanal penjualan di lebih dari satu marketplace atau menjual secara simultan di toko fisik dan digital. Penegasan ini sejalan dengan asas non-duplication dalam sistem pajak modern.

Sebagai tindak lanjut, informasi dari otoritas pajak menegaskan bahwa pelaku UMKM dengan omzet bruto tahunan di bawah Rp500 juta tetap dikecualikan dari kewajiban membayar pajak penghasilan (PPh) Pasal 22. Sementara untuk pelaku usaha dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar, akan dikenakan PPh final sebesar 0,5 persen. Skema ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 yang telah menjadi dasar hukum pengenaan PPh final UMKM.

Kebijakan ini diharapkan dapat meningkatkan kepatuhan sukarela wajib pajak (voluntary compliance), seiring dengan membaiknya kejelasan regulasi dan penyederhanaan proses administrasi. Dalam teori fiskal kontemporer, faktor transparansi dan kemudahan prosedur menjadi penentu utama keberhasilan kebijakan perpajakan di sektor informal dan UMKM.

Dari sudut pandang ekonomi makro, langkah ini juga diharapkan memperkuat struktur penerimaan negara secara berkelanjutan. UMKM digital, yang selama ini menjadi bagian penting dari pertumbuhan ekonomi nasional, diharapkan dapat mengambil peran lebih aktif dalam menopang pembangunan melalui kontribusi fiskal yang adil.

Di tengah percepatan transformasi digital, integrasi data perpajakan melalui marketplace menjadi solusi konkret dalam menghadapi tantangan pengawasan fiskal di era ekonomi berbasis teknologi. Dengan demikian, rencana pemungutan pajak terhadap pelaku UMKM digital tidak semata menyasar potensi penerimaan, tetapi juga membangun fondasi kebijakan ekonomi yang lebih inklusif, akuntabel, dan modern.

***

ALP/NS

Komentar

Media Lainnya

Hi!👋
Linda (Link UMKM Digital Assistant)
Chat via WhatsApp disini !

x