Pajak 0,5% untuk Pedagang Online: Langkah Strategis Pemerintah Ciptakan Persaingan Usaha yang Adil

Selasa, 8 Juli 2025 | 08:00 WIB

Ilustrasi (freepik.com)

LINK UMKM - Pemerintah melalui Kementerian Keuangan tengah menggodok penerapan pajak penghasilan (PPh) final sebesar 0,5 persen kepada para pelaku usaha di sektor e-commerce. Kebijakan ini dinilai sebagai respons terhadap dinamika ekonomi digital yang kian berkembang pesat di Indonesia.

Penerapan pajak tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 2022 mengenai pengenaan PPh final atas penghasilan pelaku UMKM. Berdasarkan ketentuan tersebut, pedagang online dengan omzet bruto tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar akan dikenakan PPh final sebesar 0,5 persen dari total peredaran usahanya. Pemungutan pajak akan dilakukan langsung oleh platform digital atau marketplace tempat pelaku usaha tersebut berjualan.

Langkah ini didasarkan pada prinsip kesetaraan perlakuan antara pedagang yang beroperasi di toko fisik dan pelapak daring. Pemerintah berupaya menghadirkan ekosistem usaha yang lebih adil, mengingat selama ini pelaku usaha digital dinilai belum sepenuhnya tersentuh regulasi perpajakan yang berlaku bagi pelaku usaha konvensional.

Dalam konteks ekonomi digital, teori ekonomi klasik tentang keadilan distribusi (distributive justice) dan prinsip fiskal modern yang berorientasi pada perluasan basis pajak menjadi landasan normatif dari kebijakan ini. Pemungutan pajak kepada pelaku usaha daring juga merefleksikan konsep tax neutrality, yaitu kesetaraan beban fiskal antar jenis pelaku usaha demi terciptanya iklim persaingan usaha yang sehat.

Penerapan PPh final 0,5 persen ini tidak bersifat diskriminatif dan hanya berlaku bagi pelaku usaha dengan omzet tertentu. Sementara pelaku usaha dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun tetap dikecualikan dari kewajiban ini, sesuai prinsip threshold exemption dalam sistem perpajakan modern.

Kebijakan ini juga terintegrasi dengan sistem perpajakan digital berbasis teknologi informasi melalui implementasi core tax administration system (CTAS), yang memungkinkan pemerintah memperoleh data lebih akurat dan real-time terkait aktivitas pelaku usaha di ranah digital. Hal ini diharapkan mampu mempersempit ruang ketidakpatuhan dan meningkatkan transparansi fiskal secara nasional.

Dalam perspektif pembangunan jangka panjang, kepatuhan pajak oleh pelaku UMKM daring akan berkontribusi pada penguatan struktur fiskal negara yang inklusif. Hal ini selaras dengan agenda pembangunan ekonomi berkelanjutan menuju Visi Indonesia Emas 2045.

Secara sistematis, kebijakan ini tidak hanya bertujuan untuk menambah penerimaan negara, tetapi juga untuk memperkuat fondasi ekonomi digital yang sehat dan berkeadilan. Dengan memperluas jangkauan regulasi pajak terhadap pelaku usaha daring, pemerintah berupaya menciptakan level playing field yang seimbang antara UMKM konvensional dan UMKM digital.

Bagi pelaku UMKM di sektor digital, kebijakan ini menjadi momentum untuk menunjukkan kontribusi aktif dalam pembangunan nasional. Kepatuhan fiskal bukan sekadar kewajiban hukum, tetapi juga bentuk partisipasi dalam memperkuat daya saing nasional di era ekonomi digital.

***

ALP/NS

Komentar

Media Lainnya

Hi!👋
Linda (Link UMKM Digital Assistant)
Chat via WhatsApp disini !

x