Pajak UMKM Digital di Indonesia dan Dunia: Mencari Format Ideal Keadilan Fiska

Senin, 7 Juli 2025 | 11:00 WIB

Sri Mulyani Siapkan Pajak 0,5 Persen untuk Pedagang E Commerce.

LINK UMKM -  Kebijakan pemerintah untuk memberlakukan pajak penghasilan (PPh) terhadap pelaku UMKM digital yang berjualan melalui platform e-commerce kini memasuki tahap finalisasi. Skema ini dirancang untuk menyasar pedagang dengan omzet tahunan antara Rp500 juta hingga Rp4,8 miliar, melalui penunjukan platform digital sebagai pemungut pajak dengan tarif sebesar 0,5 persen dari penjualan.

Langkah tersebut merupakan bagian dari strategi reformasi fiskal nasional, guna menghadirkan sistem perpajakan yang lebih adaptif terhadap dinamika perdagangan digital yang terus berkembang pesat.

Penerapan Pajak UMKM Digital: Antara Pemerataan dan Efisiensi

Dalam kerangka tax fairness, kebijakan ini dirancang untuk menciptakan keadilan perlakuan antara pelaku usaha daring dan luring. Di banyak negara, kebijakan perpajakan digital diterapkan dengan menyesuaikan skala usaha dan kemampuan kontribusi fiskal. Indonesia tampaknya mengikuti pola serupa, dengan fokus pada kelompok pelaku usaha yang telah memenuhi ambang batas omzet tertentu.

Konsep pemungutan pajak melalui platform digital sendiri mencerminkan pendekatan withholding at source, yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi kepatuhan dan memperkuat pengawasan atas aktivitas ekonomi yang berbasis digital.

Belajar dari Negara Lain: Ragam Praktik Pajak Digital Global

Berbagai negara telah mengembangkan skema perpajakan untuk sektor e-commerce, masing-masing disesuaikan dengan kondisi fiskal dan karakteristik pasar domestik.

Malaysia menerapkan dua jenis pungutan: pajak penjualan dan layanan yang masing-masing dikenakan sebesar 10 persen. Negara tersebut juga memfokuskan regulasi pada pengetatan bea masuk barang impor bernilai rendah, dalam rangka melindungi pasar domestik.

Thailand menjalankan kebijakan perpajakan progresif. Pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 7 persen diterapkan atas seluruh transaksi, sementara pajak penghasilan dikenakan berdasarkan klasifikasi perorangan atau badan usaha. Pedagang daring dengan omzet di bawah 150 ribu baht dibebaskan dari pajak, sedangkan sisanya dikenakan tarif progresif 5–35 persen.

Vietnam memiliki sistem yang mirip dengan Indonesia, di mana platform digital diwajibkan untuk menarik, menyetor, dan melaporkan pajak dari transaksi pedagang. Per Januari 2025, tarif pajak e-commerce ditetapkan sebesar 5 persen dan akan dinaikkan pada pertengahan tahun berdasarkan regulasi terbaru.

Singapura mengadopsi pendekatan kombinasi antara pajak penghasilan dan pajak barang dan jasa (GST). Tarif pajak penghasilan ditetapkan sebesar 17 persen, sementara GST dikenakan sebesar 9 persen terhadap pedagang dengan omzet tahunan lebih dari 1 juta dolar Singapura. Pajak hanya berlaku untuk transaksi yang dilakukan dalam wilayah yurisdiksi nasional.

Refleksi untuk Indonesia: Membangun Sistem yang Berkeadilan dan Berdaya Saing

Pembelajaran dari berbagai negara menunjukkan bahwa tidak ada satu model pajak e-commerce yang bersifat universal. Setiap sistem dirancang untuk mencerminkan keseimbangan antara kebutuhan fiskal negara, keberlanjutan sektor usaha kecil, dan kecepatan adopsi digital oleh masyarakat.

Dalam konteks Indonesia, keberhasilan implementasi pajak UMKM digital akan sangat bergantung pada kejelasan regulasi, keandalan sistem pemungutan, serta dukungan sosialisasi kepada pelaku usaha. Aspek keadilan fiskal perlu dijaga agar kebijakan ini tidak menimbulkan beban yang tidak proporsional bagi UMKM yang baru merintis.

Selain itu, transparansi pelaporan dan pemberian insentif bagi pelaku usaha patuh dapat menjadi bagian dari strategi jangka panjang untuk membangun basis pajak yang inklusif dan berkelanjutan.

***

ALP/NS

Komentar

Media Lainnya

Hi!👋
Linda (Link UMKM Digital Assistant)
Chat via WhatsApp disini !

x