Pajak Digital UMKM: Upaya Pemerintah Wujudkan Keadilan Fiskal tanpa Bebani Usaha Kecil

Senin, 7 Juli 2025 | 10:00 WIB

Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal (DJSEF) Kemenkeu Febrio Kacaribu ditemui usai diskusi double check di Jakarta.

LINK UMKM - Kebijakan perpajakan terhadap pedagang online kini memasuki babak baru dalam perjalanan transformasi sistem fiskal nasional. Pemerintah menegaskan bahwa pengenaan pajak bagi pelaku usaha digital bukan merupakan hal baru, melainkan penyempurnaan dari sistem yang telah berjalan selama ini, khususnya terkait kewajiban Pajak Penghasilan (PPh).

Dari Pajak Mandiri ke Sistem Pemungutan Terintegrasi

Selama ini, pelaku usaha daring dikenakan PPh yang dibayarkan secara mandiri. Namun, guna meningkatkan efisiensi administrasi dan kepatuhan fiskal, pemerintah merancang skema pemungutan baru yang dilakukan langsung oleh platform tempat pedagang berjualan.

Model ini merupakan penerapan dari prinsip withholding tax mechanism, di mana pihak ketiga berperan aktif dalam membantu negara mengumpulkan penerimaan pajak. Kebijakan ini dinilai mampu menyederhanakan proses pemenuhan kewajiban perpajakan, khususnya bagi pelaku UMKM yang belum sepenuhnya memahami prosedur administrasi fiskal.

UMKM Skala Mikro Tetap Dikecualikan

Dalam skema terbaru, pelaku usaha dengan omzet tahunan di bawah Rp500 juta tetap dibebaskan dari pungutan PPh Pasal 22. Langkah ini mengacu pada asas ability to pay, yang menekankan perlunya mempertimbangkan kemampuan ekonomi wajib pajak dalam menentukan besarnya kontribusi.

Pendekatan ini juga bertujuan melindungi sektor mikro agar tetap tumbuh tanpa terbebani kewajiban fiskal yang tidak sepadan dengan skala usaha mereka. Pemerintah menegaskan bahwa kebijakan ini bukan penciptaan jenis pajak baru, melainkan penguatan sistem perpajakan yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Tujuan Utama: Keadilan, Kepatuhan, dan Pengawasan Ekonomi Digital

Kebijakan ini disusun dengan mempertimbangkan kebutuhan untuk menciptakan perlakuan perpajakan yang setara antara pelaku usaha digital dan konvensional. Dalam kerangka tax neutrality principle, regulasi fiskal idealnya tidak mendistorsi preferensi bisnis atau menimbulkan ketimpangan antara model usaha yang berbeda.

Selain itu, kebijakan ini diarahkan untuk menutup celah ekonomi bayangan (shadow economy) yang kerap muncul dari aktivitas perdagangan daring yang tidak tercatat. Melalui mekanisme pemungutan otomatis, pemerintah berharap dapat memperkuat pengawasan dan mengurangi potensi penghindaran pajak.

Partisipatif dan Transparan: Proses Kebijakan yang Inklusif

Penyusunan aturan ini dilaporkan telah melalui proses konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan dalam kerangka meaningful participation. Keterlibatan pelaku industri digital dan instansi terkait menunjukkan bahwa kebijakan fiskal ini dirancang tidak hanya dari sisi teknokratis, tetapi juga mempertimbangkan dampak praktis terhadap pelaku usaha.

Meskipun menuai perdebatan di ruang publik, pemerintah menegaskan komitmennya untuk menyampaikan penjelasan secara terbuka dan transparan setelah aturan resmi diterbitkan. Ini sejalan dengan prinsip good governance, di mana kejelasan regulasi menjadi kunci dalam membangun kepercayaan publik.

Adaptasi Pajak Digital Perlu Dibarengi Edukasi UMKM

Kebijakan pemungutan pajak digital terhadap pedagang online merupakan bagian dari modernisasi sistem perpajakan yang menyesuaikan diri dengan perkembangan teknologi dan pola konsumsi masyarakat. Agar tidak menimbulkan hambatan bagi pelaku UMKM, kebijakan ini perlu diiringi edukasi fiskal yang masif, sistem yang sederhana, serta insentif yang mendorong kepatuhan secara sukarela.

Dengan pendekatan yang tepat, perpajakan digital dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan UMKM yang lebih sehat, transparan, dan terintegrasi ke dalam sistem ekonomi nasional.

***

ALP/NS

Komentar

Media Lainnya

Hi!👋
Linda (Link UMKM Digital Assistant)
Chat via WhatsApp disini !

x