Tempe Jadi Andalan Menu MBG, Perajin Lokal Raup Manfaat Ekonomi
Kamis, 22 Mei 2025 | 12:00 WIB

LINK UMKM - Pemerintah terus menguatkan upaya pemenuhan gizi seimbang melalui Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang menyasar kelompok rentan seperti anak-anak sekolah, ibu hamil, dan lansia. Salah satu bahan pangan lokal yang kini semakin menonjol dalam program ini adalah tempe, makanan fermentasi kedelai khas Indonesia yang kaya protein dan nutrisi penting.
Dalam implementasi program di berbagai daerah, tempe sering dipilih sebagai komponen utama dalam menu harian karena kandungan gizinya yang tinggi serta harganya yang terjangkau. Kehadirannya dianggap mendukung standar gizi yang ditetapkan pemerintah, sekaligus memperkuat ketahanan pangan berbasis komunitas.
Sebagai sumber protein nabati, 100 gram tempe diketahui mengandung sekitar 20 gram protein lengkap dengan asam amino esensial. Selain itu, tempe juga kaya akan serat, vitamin B kompleks, zat besi, kalsium, fosfor, dan zinc—nutrisi penting untuk mendukung pertumbuhan anak serta memperkuat daya tahan tubuh.
Pemerintah melalui Badan Gizi Nasional (BGN) memastikan bahwa setiap dapur penyedia MBG, yang dikenal sebagai Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), merancang menu berdasarkan preferensi lokal dengan tetap mengacu pada standar gizi nasional. Dalam memenuhi target protein sebesar 30 persen per porsi, tempe menjadi pilihan alami yang banyak dipilih oleh ahli gizi di lapangan, di samping sumber protein hewani seperti ayam dan daging.
Pihak pemerintah menilai bahwa keberadaan tempe dalam program MBG tidak hanya memberikan manfaat gizi, tetapi juga memperkuat sektor ekonomi lokal. Para perajin tempe dari berbagai daerah kini dilibatkan sebagai mitra penyedia bahan pangan, sehingga menciptakan dampak ekonomi positif bagi komunitas setempat.
Di sejumlah wilayah, pelibatan perajin lokal dalam rantai pasok MBG turut mengurangi biaya distribusi dan menekan risiko kerusakan bahan makanan. Selain itu, keterlibatan mereka menjadi dorongan untuk meningkatkan kualitas produksi, terutama dalam hal pemenuhan standar keamanan pangan dan higienitas.
Kementerian yang membawahi sektor pangan dan gizi juga mendorong agar pengrajin tempe terus meningkatkan kapasitas produksi dengan mengedepankan standar yang telah ditetapkan. Upaya ini dilakukan sebagai bagian dari penguatan kualitas pangan lokal sekaligus mendorong UMKM berbasis kuliner tradisional agar naik kelas.
Program MBG pun dinilai menjadi sarana edukasi publik tentang pentingnya protein nabati, seperti tempe, dalam menu harian. Melalui pengenalan resep-resep tempe yang kreatif, masyarakat diharapkan semakin sadar akan manfaatnya sebagai bahan pangan bergizi tinggi dengan harga terjangkau.
Di sisi lain, program ini juga memperkuat kebanggaan terhadap kuliner tradisional Indonesia. Dengan semakin dikenalnya tempe sebagai bagian dari upaya pemenuhan gizi nasional, pemerintah berharap dapat menjaga keberlanjutan pangan lokal sekaligus meningkatkan apresiasi generasi muda terhadap warisan budaya kuliner Nusantara.
***
ALP/NS



