Lembaga Keuangan Non-Bank Wajib Tetapkan Target Kredit UMKM, Begini Aturan Baru yang Siap Berlaku
Rabu, 7 Mei 2025 | 10:00 WIB

LINK UMKM - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mempersiapkan peraturan baru yang akan mewajibkan lembaga keuangan non-bank (LKNB) untuk menetapkan target penyaluran pembiayaan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam rencana bisnis tahunan mereka. Aturan ini bertujuan untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Melalui rancangan peraturan yang dikenal dengan nama Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) mengenai Akses Pembiayaan kepada UMKM, OJK ingin memastikan bahwa LKNB memiliki komitmen yang jelas dalam mendukung sektor UMKM, yang merupakan salah satu prioritas dalam penguatan ekonomi Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa meskipun sektor perbankan sudah diwajibkan untuk mencantumkan target penyaluran kredit UMKM dalam rencana bisnis mereka melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 5/POJK.03/2016, hal ini belum diterapkan di sektor LKNB. "Kami ingin menutup gap ini dengan mengatur kewajiban yang serupa bagi lembaga keuangan non-bank," ujar Dian dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta pada Senin (28/4/2025).
Target Kredit UMKM di Sektor Perbankan dan LKNB
Dalam implementasinya, sektor perbankan di Indonesia telah mencantumkan target penyaluran kredit untuk UMKM dalam rencana bisnis tahunan mereka. Pada 2025, diperkirakan target pertumbuhan kredit UMKM mencapai sekitar 9 persen, dengan pemerintah menargetkan agar penyaluran kredit untuk UMKM bisa meningkat hingga 30 persen secara keseluruhan.
Di sisi lain, lembaga keuangan non-bank, yang sebelumnya tidak diwajibkan untuk mencantumkan target serupa, akan diminta untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan baru yang sedang disusun oleh OJK. RPOJK UMKM akan mencakup ketentuan mengenai nominal target pembiayaan, rasio total pembiayaan UMKM yang harus disalurkan, serta sektor-sektor usaha yang menjadi sasaran pembiayaan tersebut.
Tantangan dalam Meningkatkan Penyaluran Pembiayaan
Dian juga mengungkapkan beberapa tantangan dalam upaya meningkatkan penyaluran kredit kepada UMKM, terutama kesenjangan dalam penetrasi pembiayaan antara lembaga keuangan yang satu dengan yang lainnya. Dalam rangka mengatasi hal ini, OJK mendorong agar LKNB membentuk satuan kerja khusus yang akan menganalisis data, melakukan business matching, dan memberikan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas agen pendamping dan pelaku UMKM.
Pengembangan teknologi informasi juga akan memainkan peran penting dalam meningkatkan penetrasi pembiayaan kepada UMKM. Dengan adanya teknologi yang tepat, diharapkan lembaga keuangan dapat lebih mudah mengakses data dan informasi yang dibutuhkan untuk menentukan kelayakan kredit bagi pelaku UMKM, khususnya yang berada di daerah-daerah yang sulit dijangkau.
Sanksi Berat bagi yang Melanggar
Penting untuk dicatat bahwa OJK akan memberikan sanksi yang cukup tegas bagi bank dan LKNB yang melanggar ketentuan yang tercantum dalam RPOJK ini. Sanksi administratif berupa teguran tertulis akan diberikan terlebih dahulu, namun jika pelanggaran terus berlanjut, lembaga yang bersangkutan bisa dikenai sanksi lebih berat, seperti larangan menerbitkan produk baru, pembatasan kegiatan usaha, atau bahkan pembekuan kegiatan usaha tertentu.
Dian menegaskan bahwa penurunan hasil penilaian tingkat kesehatan lembaga juga menjadi salah satu konsekuensi dari pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan. "Kami berharap dengan aturan ini, lembaga keuangan dapat lebih serius dalam mendukung UMKM, sekaligus meningkatkan pengawasan terhadap kinerja lembaga jasa keuangan," tandas Dian.
Mendorong Akses Pembiayaan yang Lebih Merata
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan akses pembiayaan yang lebih merata bagi UMKM di seluruh Indonesia. Dengan target yang jelas dan pengawasan yang lebih ketat, diharapkan sektor UMKM dapat lebih berkembang dan berkontribusi maksimal terhadap perekonomian negara.
Lembaga Keuangan Non-Bank Wajib Tetapkan Target Kredit UMKM, Begini Aturan Baru yang Siap Berlaku
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mempersiapkan peraturan baru yang akan mewajibkan lembaga keuangan non-bank (LKNB) untuk menetapkan target penyaluran pembiayaan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam rencana bisnis tahunan mereka. Aturan ini bertujuan untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Melalui rancangan peraturan yang dikenal dengan nama Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) mengenai Akses Pembiayaan kepada UMKM, OJK ingin memastikan bahwa LKNB memiliki komitmen yang jelas dalam mendukung sektor UMKM, yang merupakan salah satu prioritas dalam penguatan ekonomi Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa meskipun sektor perbankan sudah diwajibkan untuk mencantumkan target penyaluran kredit UMKM dalam rencana bisnis mereka melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 5/POJK.03/2016, hal ini belum diterapkan di sektor LKNB. "Kami ingin menutup gap ini dengan mengatur kewajiban yang serupa bagi lembaga keuangan non-bank," ujar Dian dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta pada Senin (28/4/2025).
Target Kredit UMKM di Sektor Perbankan dan LKNB
Dalam implementasinya, sektor perbankan di Indonesia telah mencantumkan target penyaluran kredit untuk UMKM dalam rencana bisnis tahunan mereka. Pada 2025, diperkirakan target pertumbuhan kredit UMKM mencapai sekitar 9 persen, dengan pemerintah menargetkan agar penyaluran kredit untuk UMKM bisa meningkat hingga 30 persen secara keseluruhan.
Di sisi lain, lembaga keuangan non-bank, yang sebelumnya tidak diwajibkan untuk mencantumkan target serupa, akan diminta untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan baru yang sedang disusun oleh OJK. RPOJK UMKM akan mencakup ketentuan mengenai nominal target pembiayaan, rasio total pembiayaan UMKM yang harus disalurkan, serta sektor-sektor usaha yang menjadi sasaran pembiayaan tersebut.
Tantangan dalam Meningkatkan Penyaluran Pembiayaan
Dian juga mengungkapkan beberapa tantangan dalam upaya meningkatkan penyaluran kredit kepada UMKM, terutama kesenjangan dalam penetrasi pembiayaan antara lembaga keuangan yang satu dengan yang lainnya. Dalam rangka mengatasi hal ini, OJK mendorong agar LKNB membentuk satuan kerja khusus yang akan menganalisis data, melakukan business matching, dan memberikan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas agen pendamping dan pelaku UMKM.
Pengembangan teknologi informasi juga akan memainkan peran penting dalam meningkatkan penetrasi pembiayaan kepada UMKM. Dengan adanya teknologi yang tepat, diharapkan lembaga keuangan dapat lebih mudah mengakses data dan informasi yang dibutuhkan untuk menentukan kelayakan kredit bagi pelaku UMKM, khususnya yang berada di daerah-daerah yang sulit dijangkau.
Sanksi Berat bagi yang Melanggar
Penting untuk dicatat bahwa OJK akan memberikan sanksi yang cukup tegas bagi bank dan LKNB yang melanggar ketentuan yang tercantum dalam RPOJK ini. Sanksi administratif berupa teguran tertulis akan diberikan terlebih dahulu, namun jika pelanggaran terus berlanjut, lembaga yang bersangkutan bisa dikenai sanksi lebih berat, seperti larangan menerbitkan produk baru, pembatasan kegiatan usaha, atau bahkan pembekuan kegiatan usaha tertentu.
Dian menegaskan bahwa penurunan hasil penilaian tingkat kesehatan lembaga juga menjadi salah satu konsekuensi dari pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan. "Kami berharap dengan aturan ini, lembaga keuangan dapat lebih serius dalam mendukung UMKM, sekaligus meningkatkan pengawasan terhadap kinerja lembaga jasa keuangan," tandas Dian.
Mendorong Akses Pembiayaan yang Lebih Merata
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan akses pembiayaan yang lebih merata bagi UMKM di seluruh Indonesia. Dengan target yang jelas dan pengawasan yang lebih ketat, diharapkan sektor UMKM dapat lebih berkembang dan berkontribusi maksimal terhadap perekonomian negara.
Lembaga Keuangan Non-Bank Wajib Tetapkan Target Kredit UMKM, Begini Aturan Baru yang Siap Berlaku
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mempersiapkan peraturan baru yang akan mewajibkan lembaga keuangan non-bank (LKNB) untuk menetapkan target penyaluran pembiayaan kepada usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dalam rencana bisnis tahunan mereka. Aturan ini bertujuan untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM yang selama ini menjadi tulang punggung perekonomian nasional.
Melalui rancangan peraturan yang dikenal dengan nama Rancangan Peraturan OJK (RPOJK) mengenai Akses Pembiayaan kepada UMKM, OJK ingin memastikan bahwa LKNB memiliki komitmen yang jelas dalam mendukung sektor UMKM, yang merupakan salah satu prioritas dalam penguatan ekonomi Indonesia.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, menjelaskan bahwa meskipun sektor perbankan sudah diwajibkan untuk mencantumkan target penyaluran kredit UMKM dalam rencana bisnis mereka melalui Peraturan OJK (POJK) Nomor 5/POJK.03/2016, hal ini belum diterapkan di sektor LKNB. "Kami ingin menutup gap ini dengan mengatur kewajiban yang serupa bagi lembaga keuangan non-bank," ujar Dian dalam keterangan resmi yang diterima di Jakarta pada Senin (28/4/2025).
Target Kredit UMKM di Sektor Perbankan dan LKNB
Dalam implementasinya, sektor perbankan di Indonesia telah mencantumkan target penyaluran kredit untuk UMKM dalam rencana bisnis tahunan mereka. Pada 2025, diperkirakan target pertumbuhan kredit UMKM mencapai sekitar 9 persen, dengan pemerintah menargetkan agar penyaluran kredit untuk UMKM bisa meningkat hingga 30 persen secara keseluruhan.
Di sisi lain, lembaga keuangan non-bank, yang sebelumnya tidak diwajibkan untuk mencantumkan target serupa, akan diminta untuk menyesuaikan diri dengan ketentuan baru yang sedang disusun oleh OJK. RPOJK UMKM akan mencakup ketentuan mengenai nominal target pembiayaan, rasio total pembiayaan UMKM yang harus disalurkan, serta sektor-sektor usaha yang menjadi sasaran pembiayaan tersebut.
Tantangan dalam Meningkatkan Penyaluran Pembiayaan
Dian juga mengungkapkan beberapa tantangan dalam upaya meningkatkan penyaluran kredit kepada UMKM, terutama kesenjangan dalam penetrasi pembiayaan antara lembaga keuangan yang satu dengan yang lainnya. Dalam rangka mengatasi hal ini, OJK mendorong agar LKNB membentuk satuan kerja khusus yang akan menganalisis data, melakukan business matching, dan memberikan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas agen pendamping dan pelaku UMKM.
Pengembangan teknologi informasi juga akan memainkan peran penting dalam meningkatkan penetrasi pembiayaan kepada UMKM. Dengan adanya teknologi yang tepat, diharapkan lembaga keuangan dapat lebih mudah mengakses data dan informasi yang dibutuhkan untuk menentukan kelayakan kredit bagi pelaku UMKM, khususnya yang berada di daerah-daerah yang sulit dijangkau.
Sanksi Berat bagi yang Melanggar
Penting untuk dicatat bahwa OJK akan memberikan sanksi yang cukup tegas bagi bank dan LKNB yang melanggar ketentuan yang tercantum dalam RPOJK ini. Sanksi administratif berupa teguran tertulis akan diberikan terlebih dahulu, namun jika pelanggaran terus berlanjut, lembaga yang bersangkutan bisa dikenai sanksi lebih berat, seperti larangan menerbitkan produk baru, pembatasan kegiatan usaha, atau bahkan pembekuan kegiatan usaha tertentu.
Dian menegaskan bahwa penurunan hasil penilaian tingkat kesehatan lembaga juga menjadi salah satu konsekuensi dari pelanggaran terhadap ketentuan yang telah ditetapkan. "Kami berharap dengan aturan ini, lembaga keuangan dapat lebih serius dalam mendukung UMKM, sekaligus meningkatkan pengawasan terhadap kinerja lembaga jasa keuangan," tandas Dian.
Mendorong Akses Pembiayaan yang Lebih Merata
Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan akses pembiayaan yang lebih merata bagi UMKM di seluruh Indonesia. Dengan target yang jelas dan pengawasan yang lebih ketat, diharapkan sektor UMKM dapat lebih berkembang dan berkontribusi maksimal terhadap perekonomian negara.
***
ALP/NS



