PP Nomor 28 Tahun 2024 Dinilai Akan Membebani UMKM Tembakau, Petani Dapat Dampak Negatif
Minggu, 4 Mei 2025 | 11:00 WIB

LINK UMKM - Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 yang melarang zonasi penjualan dan iklan rokok, serta penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek, mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Delima Azahari, anggota Dewan Pimpinan Nasional Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI), menganggap kebijakan ini akan berdampak buruk pada UMKM dan petani tembakau di Indonesia. Ia menyatakan, kebijakan tersebut tidak relevan untuk diimplementasikan di tanah air, mengingat sektor Industri Hasil Tembakau (IHT) di Indonesia melibatkan jutaan tenaga kerja, termasuk UMKM yang bergerak dalam distribusi dan pengolahan tembakau.
Menurut Azahari, salah satu masalah utama yang muncul dari kebijakan ini adalah dampaknya terhadap UMKM yang bergerak di sektor tembakau. Banyak pedagang dan pengusaha kecil yang bergantung pada distribusi dan penjualan produk tembakau, termasuk rokok. "Kebijakan ini harus lebih dipertimbangkan dengan matang, terutama mengenai dampaknya bagi UMKM yang selama ini bergantung pada perdagangan rokok dan produk turunan tembakau," ujarnya dalam keterangan resmi yang diterima pada Minggu (4/5).
Azahari juga menambahkan, kebijakan larangan zonasi penjualan dan iklan rokok serta penyeragaman kemasan tanpa identitas merek akan menyulitkan UMKM di sektor IHT untuk bertahan. "UMKM tembakau lokal bisa tergerus oleh kebijakan ini, karena tidak ada ruang bagi mereka untuk memperkenalkan produk mereka kepada konsumen, terutama di pasar lokal," jelasnya.
Ia juga mengingatkan bahwa UMKM yang bergerak di sektor tembakau, terutama di daerah, seringkali mengandalkan penjualan produk rokok sebagai sumber pendapatan utama. Oleh karena itu, kebijakan yang membatasi ruang gerak UMKM ini bisa mengancam kelangsungan usaha mereka. "Jika tidak ada kajian teknis yang mendalam, kebijakan ini berisiko mematikan UMKM yang ada, tanpa memberikan solusi konkret bagi mereka," kata Azahari.
HKTI pun mendorong pemerintah untuk melakukan evaluasi dan deregulasi terhadap pasal-pasal dalam PP 28/2024 yang berpotensi merugikan UMKM. Salah satu saran yang disampaikan adalah agar Kementerian Perindustrian segera melakukan kajian teknis mengenai dampak kebijakan tersebut terhadap sektor IHT, terutama bagi UMKM yang berperan penting dalam distribusi dan penjualan tembakau.
"Ini bukan hanya soal regulasi, tetapi tentang keberlangsungan hidup para pengusaha kecil yang telah berjuang di industri ini. Pemerintah harus memastikan kebijakan yang diambil tidak malah merugikan sektor-sektor vital yang mendukung perekonomian lokal," tegas Delima.
Harapannya, pemerintah tetap memprioritaskan perlindungan terhadap UMKM tembakau dengan kebijakan yang dapat membantu mereka berkembang, baik di pasar domestik maupun internasional. “Kebijakan yang diambil harus bisa memberikan peluang bagi UMKM untuk berkembang, bukan malah menambah beban mereka,” tutup Delima.
***
ALP/NS



