Tarif Impor Trump Melonjak Tajam, UMKM AS di Ambang Krisis
Sabtu, 3 Mei 2025 | 08:00 WIB

LINK UMKM - Lonjakan tarif impor terhadap produk China yang diberlakukan pemerintah Amerika Serikat hingga 145 persen dinilai berpotensi memukul telak sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di negara tersebut. Banyak pelaku usaha mengaku kesulitan mempertahankan operasional bisnis mereka akibat kenaikan biaya bahan baku dan ketergantungan terhadap pasokan dari luar negeri.
Beberapa pengusaha kecil bahkan terpaksa menaikkan harga jual, mengurangi jumlah karyawan, menunda rencana ekspansi, atau dalam kasus terburuk—menutup usahanya.
Pasangan Christina dan Ian Lacey dari Denver menjadi salah satu contoh nyata dampak kebijakan tersebut. Mereka mengelola Retuned Jewelry, usaha perhiasan daur ulang berbahan senar gitar yang telah berjalan sejak 2017. Meski sebagian besar bahan baku diperoleh dari donasi, komponen pelengkap seperti manik-manik dan pengait masih harus didatangkan dari China. Setelah kebijakan tarif diberlakukan, keduanya mengaku kesulitan menemukan alternatif bahan serupa di dalam negeri.
“Kami sudah mencoba mencari di pasar lokal, tetapi tidak ada produsen yang menawarkan produk yang kami butuhkan,” ujar Ian seperti dikutip dari laporan media setempat.
Tekanan serupa juga dirasakan oleh perusahaan tekstil keluarga yang berbasis di Illinois. Perusahaan yang telah berdiri selama dua generasi ini harus membayar beban tarif tambahan hingga 45 persen untuk bahan baku yang sering kali harus mengendap di gudang dalam waktu lama sebelum didistribusikan.
Pihak perusahaan menilai pencarian alternatif di negara lain belum membuahkan hasil karena kurangnya infrastruktur memadai. “Kita tidak bisa memecah produksi menjadi beberapa negara dan tetap mempertahankan kualitas serta efisiensi biaya,” kata pimpinan perusahaan.
Sejumlah pengamat menyebutkan bahwa UMKM memang lebih rentan terhadap fluktuasi harga dan tekanan pasar dibanding perusahaan besar. Dengan margin keuntungan yang tipis dan daya tawar yang terbatas, mereka memiliki sedikit ruang untuk beradaptasi dengan cepat.
Pendiri organisasi advokasi usaha kecil menyebut kebijakan tarif tinggi justru memberatkan pelaku usaha kecil. Ia menyangsikan keyakinan bahwa kebijakan ini akan mendorong kebangkitan industri dalam negeri dalam waktu dekat, mengingat proses pembangunan infrastruktur manufaktur tidak bisa dilakukan secara instan.
Dari sektor tekstil, akademisi bidang mode dan pakaian menyebut penurunan industri garmen di AS telah berlangsung selama beberapa dekade akibat globalisasi dan biaya produksi luar negeri yang jauh lebih rendah. Selain masalah bahan baku, sejumlah pengusaha bahkan mengaku kesulitan mendapatkan tenaga kerja terampil di sektor manufaktur domestik.
Dengan semakin menipisnya cadangan kas dan terbatasnya pilihan sumber pasokan, masa depan UMKM AS disebut-sebut berada di persimpangan jalan. Banyak pihak menilai, tanpa kebijakan penyeimbang yang mendukung produksi dalam negeri secara konkret, lonjakan tarif justru bisa menjadi bumerang bagi pertumbuhan ekonomi akar rumput di negeri Paman Sam.
***
ALP/NS



