Rencana Penghapusan Kuota Impor Dinilai Berisiko Melemahkan UMKM Lokal
Senin, 14 April 2025 | 08:00 WIB

LINK UMKM - Wacana pemerintah untuk menghapus kebijakan kuota impor komoditas, khususnya di sektor pangan, dinilai oleh kalangan akademisi sebagai langkah yang berpotensi menimbulkan dampak serius terhadap keberlangsungan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia. Seorang pakar dari Universitas Gadjah Mada (UGM) menyatakan bahwa kebijakan tersebut, jika tidak disertai dengan perlindungan yang memadai terhadap produsen lokal, dapat memperlemah posisi pelaku UMKM dalam menghadapi persaingan pasar yang semakin terbuka.
Menurut pandangan akademisi tersebut, sistem kuota selama ini telah berfungsi sebagai instrumen pengendali yang memberikan ruang bagi UMKM, khususnya di sektor pertanian dan pangan, untuk tumbuh dan berkembang di tengah dominasi produk impor yang umumnya memiliki keunggulan dari sisi harga dan kapasitas produksi. Ia menilai bahwa penghapusan kuota tanpa adanya substitusi kebijakan yang mampu menjaga daya saing pelaku usaha lokal justru akan mempercepat proses marginalisasi UMKM di pasar domestik.
Lebih lanjut dijelaskan bahwa produk-produk lokal, terutama yang berasal dari petani kecil dan pelaku UMKM, umumnya memiliki struktur biaya yang lebih tinggi karena keterbatasan akses terhadap teknologi, modal, serta infrastruktur distribusi. Jika pasar dibiarkan terbuka sepenuhnya terhadap produk impor tanpa kendali kuantitatif, maka dikhawatirkan akan terjadi banjir produk asing yang sulit ditandingi oleh produsen dalam negeri. Situasi ini dianggap dapat menekan margin keuntungan pelaku UMKM, bahkan dalam jangka panjang mengakibatkan penurunan jumlah pelaku usaha aktif di sektor tersebut.
Selain isu daya saing, pakar tersebut juga menyoroti aspek ketahanan pangan nasional. Ia menyampaikan kekhawatiran bahwa ketergantungan terhadap impor bisa menjadi ancaman strategis, terutama dalam kondisi krisis global yang berdampak pada fluktuasi harga dan pasokan. Oleh karena itu, menurutnya, pemerintah seharusnya tidak hanya mempertimbangkan efisiensi pasar, tetapi juga mempertahankan elemen kedaulatan pangan dengan menjaga keberlangsungan produksi domestik.
Ia menganggap bahwa sebelum kebijakan penghapusan kuota diterapkan, seharusnya pemerintah terlebih dahulu melakukan penguatan sektor hulu, termasuk meningkatkan kapasitas produksi lokal, memperluas akses pasar bagi UMKM, dan memberikan subsidi yang tepat sasaran agar pelaku usaha kecil mampu bersaing secara sehat di tengah pasar yang semakin kompetitif.
Pakar tersebut juga mengingatkan pentingnya kajian dampak lintas sektor sebelum sebuah kebijakan perdagangan dijalankan. Ia berharap agar pengambilan keputusan strategis seperti ini dapat melibatkan masukan dari berbagai kalangan, termasuk akademisi, asosiasi pelaku usaha, dan perwakilan komunitas UMKM, demi menciptakan kebijakan yang tidak hanya pro-pasar, tetapi juga berpihak pada pembangunan ekonomi berkelanjutan dan pemerataan kesejahteraan.
Dalam konteks ini, rencana penghapusan kuota impor dinilai harus ditinjau ulang dengan mempertimbangkan aspek keadilan ekonomi dan perlindungan terhadap pelaku usaha dalam negeri, khususnya UMKM yang menjadi tulang punggung perekonomian nasional. Tanpa pendekatan yang inklusif, kebijakan tersebut dikhawatirkan akan lebih banyak membawa risiko dibandingkan manfaat bagi sektor usaha kecil di Indonesia.
***
ALP/NS



