Menolak Keras Kenaikan PPN UMKM Diambang Kebangkrutan
Rabu, 27 November 2024 | 08:00 WIB

LINK UMKM - Di tengah kondisi perekonomian yang penuh tantangan, banyak usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia terancam bangkrut akibat penurunan daya beli masyarakat yang signifikan. Bahkan, sejumlah UMKM terpaksa mengurangi karyawan atau menutup usaha mereka. Situasi ini semakin diperburuk dengan kebijakan pemerintah yang merencanakan kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12%, yang akan berlaku efektif mulai 2025.
Muhammadiyah, melalui Serikat Usaha Muhammadiyah (SUMU), menyampaikan keprihatinannya terhadap rencana kenaikan PPN tersebut dan mendesak agar kebijakan tersebut segera dibatalkan. Sekretaris Jenderal SUMU, Ghufron Mustaqim, menilai bahwa kebijakan ini tidak memperhitungkan dinamika yang terjadi di dunia usaha, khususnya di kalangan UMKM. Ghufron menyatakan bahwa kenaikan tarif PPN akan menambah beban pengusaha yang tengah berjuang untuk bertahan hidup di tengah penurunan daya beli yang tajam.
Menurut Ghufron, saat ini banyak UMKM yang berjuang keras untuk bertahan. Tidak sedikit dari mereka yang harus mengurangi jumlah karyawan atau bahkan menutup usaha mereka akibat kesulitan yang mereka hadapi. Penurunan daya beli masyarakat yang semakin tajam dalam beberapa waktu terakhir menyebabkan penurunan drastis dalam transaksi bisnis, yang semakin menghimpit pelaku usaha, terutama UMKM. Ghufron menjelaskan bahwa sebagian besar UMKM terpaksa memangkas jumlah karyawan, bahkan banyak yang terpaksa gulung tikar. Ia menegaskan bahwa kenaikan PPN ini justru akan menambah tekanan pada sektor UMKM dan tidak sesuai dengan tujuan pemerintah yang ingin menciptakan lapangan pekerjaan baru.
Kenaikan tarif PPN yang direncanakan sebesar 12% mulai 2025, menurut Ghufron, tidak mempertimbangkan tantangan yang dihadapi oleh dunia usaha saat ini, dan malah dapat kontraproduktif dengan upaya pemerintah untuk mengurangi tingkat pengangguran. Ghufron menilai kebijakan ini akan semakin memberatkan pelaku usaha, terutama UMKM, yang sudah mengalami kesulitan besar untuk bertahan.
Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (IDX) mengenai perusahaan LQ45, Ghufron mengungkapkan bahwa rasio keuntungan bersih (net profit) dibandingkan pendapatan (revenue) perusahaan di Indonesia hanya sekitar 11%, yang hampir setara dengan tarif PPN yang direncanakan. Kondisi ini menggambarkan betapa tipisnya margin keuntungan yang dimiliki oleh banyak pengusaha. Oleh karena itu, kenaikan tarif PPN ini akan semakin menekan kemampuan pengusaha untuk bertahan dan berkembang.
Ghufron berpendapat bahwa tarif PPN yang lebih rendah, seperti kembali ke level 10%, akan membantu meningkatkan perputaran transaksi penjualan yang lebih cepat dan membuat harga produk lebih kompetitif. Hal ini diyakini dapat mendorong konsumsi masyarakat, yang pada akhirnya akan membuka lebih banyak lapangan pekerjaan.
Ghufron juga menyoroti bahwa kenaikan PPN sebesar 12% akan menjadikan Indonesia negara dengan tarif PPN tertinggi di kawasan ASEAN. Negara-negara tetangga seperti Malaysia hanya mengenakan tarif PPN sebesar 6%, sementara Singapura dan Thailand masing-masing mengenakan tarif PPN sebesar 7%. Bahkan negara-negara seperti Vietnam, Kamboja, dan Laos mengenakan tarif PPN sebesar 10%.
Ia menambahkan bahwa jika Indonesia menerapkan PPN sebesar 12%, maka Indonesia akan menjadi negara dengan tarif PPN tertinggi di ASEAN. Hal ini akan memperberat beban pelaku usaha, terutama UMKM yang sangat bergantung pada daya beli masyarakat.
Untuk itu, Ghufron mengusulkan agar pemerintah menurunkan tarif PPN kembali ke angka 10%, seperti yang berlaku sebelumnya. Ia bahkan menyarankan agar pemerintah mengambil langkah bertahap untuk menurunkan tarif PPN lebih lanjut, hingga mencapai 6-7%. Langkah ini diyakini dapat memberikan dampak positif bagi perekonomian, terutama dalam meningkatkan konsumsi masyarakat yang pada gilirannya dapat menggerakkan roda perekonomian Indonesia.
Muhammadiyah, melalui SUMU, juga menekankan pentingnya kebijakan yang memberikan ruang bagi UMKM untuk berkembang dan bertahan di tengah krisis ekonomi. Kenaikan PPN yang direncanakan akan memperburuk kondisi usaha yang sudah terpuruk, memperburuk daya beli masyarakat, dan memperburuk kondisi lapangan pekerjaan yang semakin langka.
SUMU meminta agar pemerintah mempertimbangkan kembali kebijakan kenaikan PPN ini dan mengambil langkah-langkah yang lebih berpihak pada pengusaha kecil dan menengah. Mengurangi tarif PPN atau setidaknya menahan kenaikan pajak ini akan memberi ruang bagi UMKM untuk beradaptasi dan kembali bangkit, serta memberikan dampak positif bagi perekonomian Indonesia secara keseluruhan.
NS/SKA



