Kisah Inspiratif Pengharum Ruangan Ramah Lingkungan yang Didirikan oleh Pasangan Saudara
Jumat, 15 November 2024 | 08:00 WIB
LINK UMKM - Pada tahun 2020, di tengah pandemi Covid-19, dua saudara kandung, Claudia Cahyaning Tyas (23) dan Carine Tyas Cahyanti (26), memulai usaha pengharum ruangan dengan merek Skinship Studio. Mereka mengusung tagline "Eco Conscious Room Fragrance" dan mengklaim bahwa produk pengharum ruangan mereka ramah lingkungan.
Claudia, yang juga merupakan salah satu pendiri Skinship Studio, menyatakan bahwa perusahaan mereka menawarkan berbagai produk pengharum ruangan, termasuk lilin, diffuser, pengharum mobil, dan produk lainnya. Menurutnya, konsep ramah lingkungan adalah hal yang sangat penting dalam dunia usaha, terutama mengingat krisis iklim yang semakin memburuk. Claudia menjelaskan bahwa mereka berupaya menciptakan produk yang tidak hanya tidak mencemari lingkungan dan udara, tetapi juga membantu lingkungan untuk pulih. Mereka berkomitmen untuk menerapkan prinsip keberlanjutan (sustainability) dengan mengurangi penggunaan plastik dan mendaur ulang produk.
Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat lilin pengharum ruangan Skinship Studio, seperti soy wax dan palm wax, dipilih untuk mendukung komitmen mereka terhadap lingkungan. Claudia juga menambahkan bahwa mereka sengaja tidak menggunakan parafin, karena bahan tersebut bukan berbasis tumbuhan. Selain itu, mereka berusaha agar kemasan produk mereka lebih ramah lingkungan, seperti menggunakan bahan dari kardus dan kaca, serta mengurangi penggunaan plastik.
Produksi seluruh produk pengharum ruangan Skinship Studio dilakukan di rumah Claudia dan Tyas di Cibinong, Jawa Barat. Untuk kemasan produk dari kardus, mereka bekerja sama dengan sebuah bank sampah lokal. Kemasan tersebut terbuat dari sampah kardus yang dikumpulkan dari masyarakat, yang kemudian diolah oleh UMKM setempat. Claudia menjelaskan bahwa mereka berkolaborasi dengan bank sampah tersebut untuk memanfaatkan kardus bekas yang telah didaur ulang menjadi kemasan produk mereka.
Selain itu, untuk kemasan lilin dalam bentuk gelas, Skinship Studio membeli dari supplier gelas. Mereka juga merencanakan untuk memperkenalkan skema isi ulang untuk produk lilin dalam bentuk gelas, sebagai bagian dari komitmen mereka untuk mengurangi sampah dan memungkinkan konsumen menggunakan kembali kemasan yang sama. Claudia menyebutkan bahwa proyek refill untuk produk lilin gelas sedang dalam tahap produksi dan rencananya akan segera diluncurkan.
Usaha ini dimulai dengan modal tabungan pribadi dan terus berkembang. Skinship Studio memanfaatkan berbagai marketplace untuk berjualan secara online, namun mereka juga memiliki kehadiran offline di beberapa tempat, seperti di rumah produksi mereka dan Studio Kongsi8 di Jatinegara, Jakarta Timur, serta dalam pop-up market yang diikuti. Selain itu, mereka juga mengadakan workshop untuk mengajarkan cara membuat lilin sesuai minat peserta.
Claudia menyebutkan bahwa Skinship Studio telah melayani berbagai pesanan, termasuk untuk cinderamata pernikahan, hampers untuk Natal dan Idul Fitri, serta produk untuk acara gereja. Mereka juga menerima pesanan untuk produk dengan skema white label. Meskipun tidak ada target omzet yang pasti setiap bulan, Claudia memperkirakan omzet Skinship Studio berkisar antara Rp1 juta hingga Rp5 juta per bulan. Meski demikian, usaha mereka masih dalam skala rumahan, dan seluruh proses produksi serta pengemasan dilakukan oleh mereka berdua dan dibantu oleh keluarga. Claudia menambahkan dengan ringan bahwa mereka belum mampu untuk mempekerjakan orang lain.
***
SKA/SKA