UMKM Minyak Nilam Aceh: Mendorong Pertumbuhan Melalui Kerja Sama Strategis
Minggu, 20 Oktober 2024 | 11:00 WIB
LINK UMKM - Pada hari Selasa, 15 Oktober, Aceh menyaksikan sebuah langkah penting untuk sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), khususnya di bidang minyak nilam. Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama antara Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) dan Universitas Syiah Kuala menandai awal kemitraan yang akan meningkatkan kapasitas literasi keuangan para petani kecil dalam ekosistem Atsiri Research Center (ARC). Melalui pelatihan komprehensif dan perangkat digital inovatif, kemitraan ini diharapkan dapat membuka akses pembiayaan dan memperluas pasar.
UMKM berperan penting dalam perekonomian Indonesia, dengan lebih dari 64,2 juta unit berkontribusi 60,5% terhadap PDB dan menyerap 97% tenaga kerja. Di tengah tantangan seperti akses kredit yang terbatas dan hambatan regulasi, sektor pertanian—termasuk minyak nilam—memerlukan dukungan khusus untuk meningkatkan daya saing.
Simrin Singh, Direktur ILO untuk Indonesia dan Timor-Leste, menjelaskan bahwa sektor minyak nilam Indonesia memiliki potensi besar untuk mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dia menekankan bahwa kolaborasi ini akan menghubungkan lembaga penelitian dengan industri, memberikan manfaat bagi petani dan masyarakat luas. “Kami mempersiapkan dasar bagi rantai nilai yang mendukung petani lokal dan mempromosikan sektor nilam di pasar domestik serta ekspor,” ungkapnya.
Indonesia mendominasi produksi minyak nilam, menguasai 80-90% pasar global, dengan Aceh menyuplai 70% dari permintaan tersebut. Kemitraan ini berfokus pada peningkatan produktivitas dan praktik pertanian berkelanjutan, sekaligus menciptakan lapangan kerja yang layak.
Salah satu tonggak penting dari kerjasama ini adalah peluncuran sistem Enterprise Resource Planning (ERP) bernama MyNilam. Sistem berbasis web ini memungkinkan petani untuk menyimpan catatan produksi, memastikan kepatuhan terhadap standar industri, dan meningkatkan efisiensi operasional. Djauhari Sitorus, Manajer Proyek ILO untuk Promise II Impact, menyatakan bahwa MyNilam akan meningkatkan kredibilitas petani di mata konsumen dan menarik perhatian lembaga keuangan. Hal ini diharapkan memberi akses yang lebih baik kepada petani terhadap modal yang diperlukan untuk keberlanjutan produksi.
MyNilam hadir dengan fitur-fitur penting seperti manajemen profil, pelacakan produksi, dan pemantauan penjualan, memberdayakan petani untuk menerapkan praktik berkelanjutan. “Peluncuran MyNilam merupakan peluang yang mengubah dinamika pembangunan pertanian,” kata Djauhari.
Rektor Universitas Syiah Kuala, Marwan, menambahkan bahwa teknologi ini memberikan sumber daya untuk membangun masa depan yang berkelanjutan bagi petani, menciptakan komunitas pertanian yang mampu bersaing di pasar global.
Acara ini juga merayakan ekspor minyak nilam pertama Aceh dari Desa Ekosistem Keuangan Inklusif (EKI) di bawah OJK, menampilkan hasil nyata dari kolaborasi ini. Mahendra Siregar, Ketua Dewan Komisioner OJK, menggarisbawahi pentingnya kolaborasi untuk membuka potensi daerah pedesaan, memperluas akses ke perbankan dan pasar modal.
Erdiriyo, Asisten Deputi Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, menambahkan bahwa inisiatif ini sejalan dengan Strategi Nasional Inklusi Keuangan Indonesia, memberdayakan petani dengan pelatihan untuk meningkatkan produktivitas.
Proyek ILO Promise II Impact yang didukung oleh Pemerintah Swiss bertujuan mengatasi tantangan keuangan dan mempromosikan inklusi di sektor ini. Sekitar 200 petani di ARC saat ini mendapatkan pelatihan literasi keuangan, dengan 20% di antaranya adalah perempuan.
Olivier Zehnder, Duta Besar Swiss untuk Indonesia, Timor-Leste, dan ASEAN, menekankan bahwa kolaborasi ini menjadi model bagi sektor lain dan bisa ditiru di masa depan.
Dengan kerja sama ini, ILO, OJK, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, dan Pemerintah Provinsi Aceh berharap dapat menciptakan model pertanian berkelanjutan dan inklusi keuangan yang bermanfaat bagi ribuan petani kecil, mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, dan memperkuat ketahanan sektor pertanian di Aceh.
***
MIN/AHS