Sempat Jatuh, Ini Cerita Bisnis Rumahan yang Kini Punya Karyawan
Jumat, 22 Juli 2022 | 09:08 WIB
LINK UMKM - Tahun 2011 yang lalu, Dyah Yesnita Narendra Dewi memulai bisnis produk kreasi berbahan tenun lurik khas Yogyakarta.
Katun Lurik atau yang disingkat KaLu, dipilih Dyah karena dianggap simple dan mudah diingat. Perjalanan membangun bisnis yang dilalui Dyah tak mudah.
Dari keinginannya untuk memiliki lebih banyak waktu bersama sang anak, Dyah memilih melepaskan statusnya sebagai karyawan di sebuah perusahaan. Namun, pilihan untuk lebih banyak berada di rumah dan fokus ke keluarga tak membuatnya berdiam diri. Ia mulai mencoba berbisnis.
"Sebelum KaLu, saya sempat bisnis usaha gerobak kopi. Tapi cuma berjalan tiga bulan, sampai akhirnya yang bertahan KaLu ini," sebut Dyah
Ide
Dyah menceritakan ide menciptakan produk tersebut berawal ketika dirinya melihat keindahan baju berbahan lurik di sebuah majalah. Lalu ia coba membuat kreasi dari kain khas Yogyakarta.
"Ide dari situ. Akhirnya, saya putuskan untuk mencoba mengolah lurik dari Yogyakarta. Pertimbangannya, bahan baku banyak dan tidak terlalu mahal. Saya belajar otodidak, trial, error, tapi enggak patah semangat," ujarnya..
Perjalanan KaLu juga bukan tanpa tantangan. Jatuh bangun sudah ia lalui. Dengan modal terbatas, Dyah tetap optimistis bahwa usaha yang dirintisnya akan membuahkan hasil.
"Saya sampai menggadaikan gelang emas seserahan untuk modal usaha ini, karena tabungan saya habis untuk modal usaha sebelumnya yang akhirnya gagal," kata Dyah.
Dalam hal pemasaran, sebelas tahun lalu, media sosial belum segencar saat ini. Kala itu, Dyah mengatakan masih jarang orang yang berjualan daring. Ia pun mulai memasarkan produknya melalui media sosial Facebook dan BlackBerry Messenger yang tenar saat itu. Tantangan lainnya, tak mudah memperkenalkan keindahan kain lurik.
"Dulu mindset-nya, lurik itu kesannya kain ndeso. Selain itu, panas, tidak nyaman dipakai. Nah, pada 2012, 2013, sudah banyak desainer yang mulai melirik lurik. Sehingga, akhirnya jadi lebih mudah memasarkannya karena produk-produk dari lurik mulai populer," ungkap Dyah.
Usaha Dyah dan KaLu kini semakin berkembang setelah sang suami ikut turun membantunya dan bersama-sama fokus berbisnis. KaLu kini sudah memiliki 10 karyawan dan menggandeng para pengrajin lokal. Harapannya, hal ini akan memberikan dampak signifikan terhadap peningkatan ekonomi para pengrajin di Yogyakarta.
Para pengrajin ini terlibat dalam mengolah berbagai produk KaLu, seperti berbagai souvenir aneka busana etnik, produk-produk home decor, tote bag, dan hampers. Saat pandemi, KaLu tak mengalami keterpurukan meski penjualan menurun.
"Karena kami memang sudah lama melayani hampers dan memasarkan secara online, jadi tidak terlalu membutuhkan adaptasi saat pandemi. Orderan berkurang, tapi tidak terlalu terpuruk. Alhamdulillah, tidak ada pengurangan karyawan," ujar Dyah.
Optimis
Bersama KaLu, Dyah memiliki keinginan untuk terus berkembang. Ia pun mengikuti berbagai program pembinaan. Yakni sebuah organisasi nirlaba pendukung bisnis yang pada saat itu bersama Dinas Perindustrian dan Perdagangan Yogyakarta untuk merekrut dan menyeleksi UKM yang akan mengikuti pelatihan selama setahun.
Dyah pun mengikuti berbagai pelatihan, coaching, serta mendapatkan berbagai ilmu seputar pengembangan usaha. Selain itu, berkait SETC, ia memperoleh linkdan jaringan baru yang mendorong pengembangan usahanya.
Kini, Dyah akan terus berupaya mewujudkan mimpinya bertumbuh bersama KaLu. Dalam waktu dekat, KaLu akan hadir di tengah pertokoan jantung pariwisata Yogyakarta tepatnya di kawasan Malioboro. Ia berharap, KaLu tak hanya membantu perekonomian keluarga dan karyawannya, tetapi juga bermanfaat bagi orang banyak.
"Jadi, untuk siapa saja yang sedang merintis bisnis, jangan takut bermimpi. Jalani tahap dan prosesnya. Ada yang mudah, ada yang tidak mudah. Tetapi di balik proses, pasti ada hasilnya. Kita nikmati dan syukuri saja," tutup Dyah. ***