Ini Alasan Kenapa Makanan Tradisional Perlu Dimodifikasi

Senin, 28 Februari 2022 | 14:00 WIB

Ilustrasi Makanan Tradisional (Foto : Istimewa)

LINKUMKM -  Makanan tradisional Indonesia merupakan potensi ekonomi yang luar biasa. Bahkan, kuliner ini menjadi salah satu unggulan diantara subsektor industri ekonomi kreatif lain.

Dari sektor kuliner inipun berhasil memberikan kontribusi sekitar 33 persen terhadap total Pendapatan Domestik Bruto (PDB).

Disamping untuk pemenuhan zat gizi, kuliner diharapkan dapat memenuhi kebutuhan sekunder dan tersier masyarakat.

“Dalam kaitan wisata, makanan tradisional ini lebih berfungsi sekunder karena cenderung soal cita rasa yang unik. Ada 56 makanan di Jogja dan sekitarnya yang telah kita uji, dan banyak makanan tersebut berasa gurih dan asin, sementara untuk snack lebih berasa manis," ujar pakar gizi kesehatan FKKMK UGM, dr. Lily Arsanti.  

Lily  menyebutkan dari beberapa contoh makanan tradisional di Yogyakarta maka untuk makanan utama rata-rata penyumbang energi tinggi, sedang untuk makanan selingan lebih tinggi gula.

Dicontohkannya, orang ke Jogja makan gudeg maka dalam satu sajian gudeg, ada nasi, telur, ayam suwir, gudeg sendiri dan krecek. Gudeg tercatat punya energi 1027,75 kilokalori dan lotek 689,2 kilokalori. Padahal setiap hari manusia hanya membutuhkan 2.100 kilokalori.

Artinya untuk makan sepiring gudeg hampir separuh kebutuhan kalori sehari sudah terpenuhi.
“Inilah yang memiliki kontribusi peningkatan obesitas dan diabetes," kata dia saat menjadi pembicara Talkshow Kesehatan Mengenal Kandungan Gizi Makanan Tradisional dan Kaitannya Dengan Peningkatan Prevalensi yang diselenggarakan FKKMK UGM.

Meski berkontribusi memicu obesitas dan diabetes, makanan tradisional dinilai memiliki sisi-sisi positif. Makanan tradisional Jogja relatif memiliki kandungan serat tinggi, misalnya lotek, gudangan dan lain-lain.

Selain itu, makanan inipun diolah secara tradisional sehingga mampu mempertahankan kadungan gizi. “Ada beberapa makanan tradisional juga memiliki efek fungsional seperti growol. Misalnya, anak yang setiap hari selama seminggu makan growol, risiko terkena diare lebih kecil dibanding tidak makan growol sehingga disamping memiliki sisi negatif, makanan tradisional memiliki sisi positif," tuturnya.

Oleh karena itu, dia sangat berharap makanan tradisional ini tetap lestari. Agar lebih digandrungi masyarakat, katanya, perlu memodifikasi makanan tradisional agar lebih menyehatkan dengan mengurangi porsi penyajian dan mengurangi kandungan gula.

Komentar (2)

  • Nova Ariani Sigar

    6 Maret 2022 | 20:14:58 WIB

    Gula bs diganti dgn gula Diet

    2 tahun lalu

  • Lilyana Purnamasari

    5 Maret 2022 | 07:38:01 WIB

    sepiring gudeg sudah 1027 kalori , memang sebaiknya penggunaan gula pasir terhadap makanan atau minuman sebaiknya dikurangi untuk mencegah diabetes, dan bisa diganti dengan penggunaan madu yang memiliki index glikemik yang lebih rendah, seperti Clover Hon

    2 tahun lalu

Copyright @ 2024 Link UMKM, All right reserved | Page rendered in 0.1522 seconds