Dampak Kebijakan Tarif Trump Terhadap Indonesia: Peluang dan Tantangan Ekonomi Global

Rabu, 9 April 2025 | 13:00 WIB

Ilustrasi - Presiden AS, Donald Trump, memegang daftar negara yang akan dikenai tarif baru. Indonesia tampak dalam daftar tersebut.

LINK UMKM -  Pada tanggal 2 April 2025, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, mengumumkan kebijakan tarif impor baru yang berdampak signifikan terhadap perdagangan internasional. Kebijakan ini, yang ia sebut sebagai bagian dari “Liberation Day,” bertujuan untuk mengurangi ketergantungan ekonomi Amerika pada impor. Dalam kebijakan ini, semua barang impor dikenakan tarif dasar sebesar 10%, dengan negara-negara yang memiliki defisit perdagangan besar terhadap AS dikenai tarif tambahan, yang mencakup Indonesia dengan tarif mencapai 32%.

Pengumuman ini memicu kekhawatiran di kalangan eksportir Indonesia yang sangat bergantung pada pasar AS, terutama di sektor-sektor seperti tekstil, alas kaki, furnitur, karet, dan perikanan. Tarif yang lebih tinggi dapat membuat produk Indonesia kehilangan daya saing dibandingkan negara-negara lain yang dikenai tarif lebih rendah, seperti Brasil yang hanya dikenai tarif 10%, atau negara-negara penghasil kakao seperti Pantai Gading dan Ghana yang dikenai tarif 21% dan 10%, masing-masing.

Namun, dampak kebijakan tarif ini tidak merata pada semua sektor. Sektor alas kaki yang mengekspor sekitar 40% produknya ke AS berpotensi mengalami kerugian besar, karena harga jual yang lebih tinggi akibat tarif impor dapat membuat produk Indonesia kalah bersaing dengan negara-negara seperti Vietnam dan Meksiko. Sebaliknya, sektor perikanan, terutama ekspor udang, memiliki peluang tersendiri. Vietnam, yang menjadi pesaing utama Indonesia di sektor ini, dikenakan tarif yang lebih tinggi, yaitu 46%, sehingga membuka kesempatan bagi eksportir Indonesia untuk merebut pangsa pasar yang lebih besar.

Di pasar saham, reaksi terhadap kebijakan tarif ini diperkirakan akan cukup cepat. Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan bahwa Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akan mengalami penurunan sebesar 2-3% pada perdagangan pertama setelah pengumuman kebijakan. Meski demikian, penurunan ini diperkirakan masih terkendali, mengingat pelaku pasar sudah mulai mengantisipasi kebijakan proteksionisme Trump sejak awal tahun 2025.

Dalam menghadapi dampak tersebut, pemerintah Indonesia tidak tinggal diam. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyatakan bahwa pemerintah akan segera melakukan negosiasi ulang dengan AS untuk mencari solusi yang menguntungkan kedua belah pihak. Meskipun demikian, beberapa pengamat berpendapat bahwa Indonesia harus mempersiapkan strategi jangka panjang agar bisa mengatasi dampak kebijakan ini tanpa hanya bereaksi sesaat.

Salah satu langkah yang harus segera dilakukan adalah meningkatkan efisiensi logistik di dalam negeri. Biaya logistik Indonesia yang saat ini masih mencapai 14% dari Produk Domestik Bruto (PDB) jauh lebih tinggi dibandingkan dengan negara-negara tetangga. Dengan menekan biaya logistik, Indonesia dapat membantu eksportir untuk tetap menjaga daya saing meskipun tarif impor AS meningkat.

Selain itu, kebijakan tarif ini juga membuka peluang bagi Indonesia di sektor investasi. Negara-negara seperti Vietnam dan Tiongkok, yang sebelumnya menjadi pusat produksi bagi banyak perusahaan multinasional, kini mulai mencari lokasi alternatif yang lebih stabil dan tidak terkena dampak langsung dari kebijakan Trump. Indonesia dapat menjadi kandidat utama bagi pergeseran investasi ini, asalkan pemerintah bisa menciptakan ekosistem yang menarik bagi investor global. Hal ini mencakup stabilitas ekonomi, kepastian regulasi, serta insentif fiskal yang memadai.

Di sisi lain, Indonesia juga harus memperkuat hubungan dagang dengan negara-negara lain, seperti Eropa, Timur Tengah, dan Afrika. Negara-negara di kawasan ini menunjukkan peningkatan permintaan terhadap produk-produk Asia, sehingga diversifikasi pasar menjadi langkah penting untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS. Dengan memperluas pasar ekspor, Indonesia dapat lebih memitigasi dampak kebijakan tarif AS.

Menghadapi kebijakan tarif Trump, Indonesia dihadapkan pada pilihan penting untuk tidak hanya bertahan, tetapi juga beradaptasi dan berinovasi. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di Asia Tenggara, Indonesia harus memanfaatkan peluang untuk memperkuat sektor manufaktur, menarik investasi, dan mengurangi ketergantungan pada satu pasar saja.

Menurut Sofyan Djalil, CEO Indonesian Business Council (IBC), Indonesia perlu mengoptimalkan kebijakan yang mendukung stabilitas makroekonomi serta memberikan dukungan kepada industri yang terdampak, termasuk UMKM yang merupakan bagian dari rantai ekspor. Dengan langkah-langkah strategis yang terarah, Indonesia bisa mengubah tantangan ini menjadi kesempatan untuk memperkuat perekonomian nasional.

Pemerintah juga perlu melakukan renegosiasi dengan AS dan mengkaji ulang perjanjian dagang yang ada, agar kebijakan tarif yang diterapkan lebih adil dan menguntungkan kedua pihak. Langkah ini akan memperkuat hubungan perdagangan dengan AS dan memperluas potensi kerja sama dengan negara-negara lain melalui diplomasi dagang yang aktif.

Pada akhirnya, meskipun kebijakan tarif Trump membawa tantangan besar, Indonesia tidak perlu panik. Dengan strategi yang tepat, negara ini bisa menghadapinya dan bahkan menjadikan kebijakan proteksionis ini sebagai batu loncatan untuk membangun ekonomi yang lebih tangguh dan berdaya saing di pasar global.

***

ALP/NS

Komentar (0)

Copyright @ 2025 Link UMKM, All right reserved | Page rendered in 0.1717 seconds