UMKM Menunggu Kejelasan Perpanjangan Insentif PPh Final 0,5%: Apa yang Terjadi?
Selasa, 25 Maret 2025 | 10:00 WIB

LINK UMKM - Pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) di Indonesia masih menghadapi ketidakpastian terkait dengan perpanjangan insentif Pajak Penghasilan (PPh) Final sebesar 0,5% hingga akhir tahun 2025. Meskipun pemerintah di bawah kepemimpinan Prabowo-Gibran telah mengungkapkan niat untuk memperpanjang insentif ini, regulasi yang mengikat hingga kini belum juga diterbitkan, menyebabkan kebingungan di kalangan wajib pajak.
Leander Resadhatu, seorang partner di RDN Consulting, mengungkapkan bahwa ketidakjelasan ini telah menyebabkan kebingungan yang cukup signifikan di kalangan pelaku UMKM. Ketidakpastian mengenai siapa yang berhak atas perpanjangan insentif tersebut dan bagaimana mekanisme penerapannya bisa mempengaruhi tingkat kepatuhan pajak dan menambah risiko hukum bagi para pelaku usaha.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, pada konferensi pers terkait Paket Stimulus Ekonomi pada 16 Desember 2024, pertama kali mengumumkan rencana perpanjangan insentif PPh Final 0,5%. Selain itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga beberapa kali mengungkapkan dukungannya terhadap kebijakan insentif pajak ini. Namun, meskipun Kementerian Koperasi dan UKM sempat memastikan bahwa regulasi tersebut akan selesai paling lambat awal Januari 2025, hingga saat ini peraturan tersebut belum terwujud.
Sementara itu, para pelaku UMKM masih mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022, yang menetapkan tarif PPh Final 0,5% bagi wajib pajak dengan peredaran bruto hingga Rp4,8 miliar per tahun, namun hanya dapat dimanfaatkan selama maksimal tujuh tahun. Dengan adanya batasan ini, pelaku usaha yang telah memanfaatkan insentif sejak 2018 tidak lagi berhak atas fasilitas pajak tersebut.
Lebih jauh, PP 55/2022 juga menetapkan batas waktu pemanfaatan insentif pajak berbeda untuk berbagai bentuk badan usaha. Misalnya, koperasi, firma, dan badan usaha milik desa dapat memanfaatkan insentif ini selama empat tahun, sedangkan perseroan terbatas (PT) hanya bisa menikmatinya selama tiga tahun.
Leander menekankan pentingnya adanya kejelasan dari pemerintah terkait masa depan insentif PPh Final 0,5%. Jika insentif ini tidak diperpanjang, para pelaku UMKM membutuhkan waktu dan kepastian untuk merencanakan strategi perpajakan yang sesuai guna memastikan kelangsungan usaha mereka.
Saat ini, wajib pajak memiliki pilihan untuk memilih antara melakukan pembukuan atau menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 81 Tahun 2024. Namun, kebingungan semakin terasa karena para pelaku UMKM telah menunggu lebih dari tiga bulan tanpa adanya keputusan final dari pemerintah.
Dengan kondisi tersebut, para pelaku UMKM bertanya-tanya: hingga kapan mereka harus menunggu kepastian hukum terkait dengan aturan perpajakan ini? Sebuah pertanyaan besar yang terus mengundang perhatian, mengingat pentingnya kebijakan ini untuk stabilitas sektor UMKM di Indonesia.
***
ALP/NS