Kisah Sukses Penjual Bawang Goreng yang Tetap Bertahan di Masa Pandemi

Kamis, 16 September 2021 | 08:00 WIB

Siti Nurika pelaku usaha asal Kota Tanjungpinang memanfaatkan pasar diluar Indonesia untuk bertahan dimasa Pandemi.

LINK UMKM - Adaptasi kebiasaan baru yang diinisiasi pemerintah tentu memiliki tujuan agar wabah virus corona segera membaik. Selain itu, adaptasi baru juga turut membantu para pelaku usaha untuk bertahan.

Salah satunya seperti yang diceritakan oleh Siti Nurika, pelaku UMKM yang memproduksi bawang goreng di Kota Tanjungpinang.

Pelaku usaha yang merintis usahanya dari tahun 2014 itu dengan susah payah mampu bertahan terhadap hantaman wabah virus corona.

Seperti UMKM warga yang tinggal di wilayah perbatasan lainnya, Siti Nurika melirik pasar Negara Jiran Malaysia dan Singapura sebagai sasaran penjualan.

Dibantu Al Ahmadi Entrepreneurship Centre, Siti Nurika mengikuti sejumlah pameran, menjajakan bawang goreng produksinya ke Malaysia dan Singapura.

Ternyata, usai dipasarkan secara digital dari 2020 lalu, bawang goreng produksi Indonesia amat digemari di Negara Jiran. Hal ini juga membuka pasar bawang goreng Kota Batam dan Kota Tanjungpinang yang masuk pasar luar negeri.

Bahkan, kadang warga Negara Singa sengaja mengunjungi pameran tertentu untuk memburu bawang goreng Indonesia.

Tidak heran kini Siti memiliki pelanggan dari Singapura dan Malaysia. Para konsumen itu bahkan memesan agar Siti mengirimkan bawang gorengnya ke sana dalam waktu-waktu tertentu. Meski belum bisa ekspor dalam jumlah besar, namun sejatinya Siti adalah eksportir.

Siti berkeyakinan, usaha miliknya mampu berkembang maksimal dengan menyasar pelanggan dari dalam dan luar negeri. Tidak hanya bawang goreng, ia pun memproduksi sambal pecel, stik udang dan makanan olahan khas lainnya.

Bertahan di Tengah Pandemi

Dampak pandemi virus corona juga turut memaksa usaha bawang goreng milik Siti kesulitan hingga hampir mati. Perbatasan antar negara ditutup, akhirnya pengiriman barang ke luar negeri menjadi sulit.

Ia lantas mempelajari penyebab para pelanggan meninggalkan produknya. Apabila ekspor rasanya tidak mungkin, maka ia harus merebut kembali pasar dalam kota yang hilang selama awal pandemi COVID-19.

Warga kini tidak lagi berbelanja ke swalayan tempat produksi bawang goreng, sambal dan pecalnya selama ini dijual.

Masyarakat tidak dapat pergi jauh dari rumah demi mematuhi anjuran pemerintah. Mereka berpaling ke warung-warung yang lebih dekat rumah.

Siti kemudian merubah strategi pemasarannya. Dari menjual di swalayan, jadi ke warung-warung di perumahan. Ia mengerahkan timnya untuk merebut hati pemilik kedai, agar dapat menyajikan hasil produksinya.

Tidak berhenti di situ, ia kembali menemukan masalah baru. Ia menemukan turunnya daya beli masyarakat. Sebelumnya, konsumen bisa membeli kebutuhannya dalam jumlah besar, namun karena keterbatasan dana, mereka hanya mampu membeli sedikit.

Siti Nurika kemudian beradaptasi dengan membuat kemasan-kemasan ekonomis yang harganya lebih dapat dijangkau. Strategi sederhana itu membuatnya bertahan hingga kini.

Strategi yang dibuatnya pun terasa tepat, untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan pasar. Kini, omsetnya pun mencapai Rp 40 hingga Rp 45 juta per bulan.

Siti Nurika memang memilih untuk berjualan langsung ke warung-warung. Tidak menggunakan digital seperti yang digalakkan pemerintah.

Sebagai pengusaha, ia ingin langsung ada penjualan, yang dapat menambah semangat untuk berproduksi.

Kondisinya yang berdomisili di Kota Tanjungpinang Pulau Bintan, membuat sulit berjualan melalui e-commerce, karena ongkos kirim yang mahal ke luar kota.

Kembali Ekspor

Kegigihan Siti untuk bertahan di masa pandemi membuahkan hasil. Pusat pelatihan dan jaringan bisnis Al Ahmadi Entrepreneurship Centre, wadah yang menaunginya selama ini mengupayakan produksinya kembali ekspor ke Malaysia.

Direktur Al Ahmadi Entrepreneurship Center Lisya Anggraini menyatakan pihaknya bersama KBRI tengah menjalin peluang kerjasama "business to business" antar pelaku usaha di Provinsi Kepulauan Riau dengan Malaysia.

Dalam beberapa kali penjajakan yang dilakukan bersama KBRI, pihaknya telah memetakan peluang UMKM yang dapat masuk di pasar Negara Jiran seperti Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam dan Thailand.

Masyarakat Malaysia menyukai produk dasar dari Indonesia yang tidak banyak dimilikinya seperti ikan dan santan.

Di masa pandemi ini, konsumen di Malaysia cenderung memilih untuk membeli produk UMKM, ketimbang impor dari pabrik-pabrik besar karena bisa bertransaksi dalam jumlah yang sedikit, ketimbang dengan pelaku usaha besar yang memiliki aturan minimum pembelian.

Meski daya beli menurun, tapi pasar tetap ada. Di pandemi ini ada pergeseran peluang. Kalau dulu membeli dalam jumlah besar, sekarang menyasar UMKM membeli dengan skala kecil.

RZ/MG

Komentar (1)

  • ROHMAT SUPRAPTO

    27 Sepember 2021 | 00:51:20 WIB

    Bu Siti memang pintar mengasah otak nya Berbagai cara dia lakukan Patut di acungi jempol

    2 tahun lalu

Copyright @ 2024 Link UMKM, All right reserved | Page rendered in 0.1184 seconds