Penundaan Pajak Online: Ruang Bernapas bagi UMKM di Tengah Transisi Digital
Selasa, 14 Oktober 2025 | 00:00 WIB

LINK UMKM - Pemerintah melalui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa memutuskan menunda penerapan pajak atas transaksi e-commerce yang semula direncanakan mulai berlaku pada kuartal IV 2025. Kebijakan ini menjadi angin segar bagi jutaan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang sedang beradaptasi dengan perubahan ekonomi digital.
Penundaan ini berkaitan dengan rencana penerapan PPh Pasal 22 sebesar 0,5% untuk transaksi pedagang daring melalui marketplace. Meski tarifnya relatif kecil, beban administrasi dan sistem pelaporan menjadi tantangan tersendiri bagi banyak pelaku UMKM yang belum sepenuhnya terdigitalisasi.
Memberi Waktu Adaptasi bagi UMKM
Ketua Komisi XI DPR RI, Mukhamad Misbakhun, menyambut langkah ini sebagai bentuk kepekaan pemerintah terhadap situasi lapangan. Ia menilai penundaan pajak online memberikan “ruang bernapas” bagi UMKM, terutama mereka yang baru beralih ke sistem penjualan digital.
Di lapangan, banyak pelaku usaha mengaku masih kesulitan dalam pencatatan transaksi dan pengelolaan pajak secara daring. Menurut data Kementerian Koperasi dan UKM, sekitar 70% UMKM yang berjualan online belum memiliki sistem pembukuan digital yang terintegrasi. Dengan adanya penundaan ini, mereka memiliki waktu untuk memperbaiki sistem keuangan, memperkuat literasi digital, dan memahami mekanisme pajak elektronik.
Selain itu, marketplace juga membutuhkan waktu untuk menyiapkan sistem pemungutan otomatis agar sesuai dengan regulasi dan menghindari kesalahan pemotongan. Sinergi antara pelaku usaha, marketplace, dan otoritas pajak menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini.
Langkah Realistis dan Inklusif
Banyak pihak menilai kebijakan penundaan ini realistis dan inklusif. Di tengah pemulihan ekonomi pascapandemi dan ketatnya persaingan pasar digital, fokus utama UMKM adalah menjaga arus kas dan mempertahankan pelanggan.
Peneliti ekonomi digital dari Universitas Indonesia, misalnya, menilai bahwa penerapan pajak digital tanpa kesiapan sistem hanya akan menimbulkan biaya tambahan dan potensi penurunan daya saing. “Yang penting bukan cepat diberlakukan, tetapi tepat sasaran dan tidak menekan pelaku usaha kecil,” ujarnya.
Pendekatan ini sejalan dengan semangat reformasi fiskal yang bertahap, di mana regulasi pajak dirancang untuk mendorong kepatuhan tanpa menghambat pertumbuhan sektor produktif.
Momentum Transformasi Digital
Penundaan pajak online seharusnya tidak diartikan sebagai pembebasan kewajiban, melainkan momentum untuk berbenah. UMKM dapat memanfaatkan waktu ini untuk memperkuat fondasi bisnis digital—mulai dari penggunaan software akuntansi, penerapan sistem pembayaran digital, hingga integrasi dengan marketplace yang lebih transparan.
Selain itu, edukasi pajak digital perlu diperluas agar UMKM memahami manfaat kepatuhan pajak dalam jangka panjang. Pemerintah dan platform e-commerce dapat berkolaborasi menyediakan modul pelatihan daring, simulasi pelaporan pajak, dan pendampingan bagi pelaku usaha kecil.
Penundaan pajak online oleh Kementerian Keuangan merupakan langkah adaptif dan berpihak pada UMKM. Kebijakan ini bukan sekadar jeda, melainkan kesempatan untuk membangun kesiapan bersama menghadapi ekonomi digital yang semakin kompleks.
Dengan dukungan pembinaan, literasi digital, dan sistem perpajakan yang sederhana, UMKM Indonesia bisa lebih siap memasuki era pajak digital tanpa kehilangan daya saing. Ruang bernapas yang diberikan hari ini akan menjadi modal kuat untuk pertumbuhan ekonomi rakyat di masa depan.
RA/NS



