Pahami Simulasi Biaya dan ROI Sebelum Bergabung dengan Kemitraan Franchise
Senin, 4 Agustus 2025 | 13:00 WIB

LINK UMKM - Banyak pelaku UMKM mulai melirik model bisnis franchise sebagai solusi cepat dalam membangun usaha. Namun, di tengah maraknya penawaran waralaba, masih ditemukan praktik tidak etis yang menjebak mitra dengan janji keuntungan tinggi tanpa transparansi. Oleh karena itu, penting bagi calon mitra untuk memahami simulasi biaya dan estimasi balik modal (ROI) secara realistis sebelum mengambil keputusan.
Berdasarkan simulasi franchise makanan ringan yang disusun untuk edukasi pelaku UMKM, total biaya awal diperkirakan mencapai Rp75 juta. Rincian pembiayaan meliputi franchise fee sebesar Rp25 juta, renovasi dan perlengkapan usaha senilai Rp30 juta, serta modal bahan baku awal dan operasional selama tiga bulan sebesar Rp20 juta.

Dari sisi pendapatan, omzet bulanan ditaksir mencapai Rp25 juta dengan estimasi profit bersih antara Rp5 juta hingga Rp7 juta per bulan. Dengan perhitungan tersebut, estimasi waktu untuk mencapai Break Even Point (BEP) atau balik modal berada di kisaran 12 hingga 15 bulan. Franchise yang etis umumnya memberikan pelatihan, pendampingan bisnis, dan laporan keuangan yang transparan untuk memastikan mitra dapat mencapai target tersebut.
Perbedaan antara franchise etis dan tidak etis menjadi krusial dalam proses pengambilan keputusan. Franchise etis dicirikan oleh transparansi biaya, adanya bimbingan rutin, kontrak kerja sama yang adil, serta proyeksi ROI yang masuk akal. Sebaliknya, franchise yang tidak etis seringkali membebankan banyak biaya tersembunyi, tidak memberikan dukungan setelah pembukaan, menerapkan kontrak berat sebelah, hingga menawarkan iming-iming keuntungan tidak realistis.
Sebagai langkah preventif, pelaku UMKM disarankan untuk membaca kontrak kerja sama secara menyeluruh, menanyakan detail program pelatihan dan pendampingan, meminta estimasi keuangan yang logis, serta memverifikasi testimoni dari mitra sebelumnya. Langkah ini dinilai krusial untuk menghindari kerugian akibat jebakan franchise bermasalah.
Dalam konteks perkembangan UMKM di Indonesia, kemitraan franchise masih menjadi peluang strategis. Namun, pengambilan keputusan yang berbasis data dan logika bisnis tetap menjadi kunci agar pelaku usaha tidak terjebak dalam skema yang merugikan.
RA/NS



