Tantangan Koperasi Desa Merah Putih dalam Mendukung UMKM
Minggu, 27 Juli 2025 | 10:00 WIB

LINK UMKM - Pemerintah secara resmi telah meluncurkan program pembentukan Koperasi Desa dan Kelurahan Merah Putih (Kopdes Merah Putih) yang tersebar di lebih dari 80 ribu titik di seluruh Indonesia. Program ini dirancang sebagai pilar penguatan ekonomi desa melalui kelembagaan koperasi yang diharapkan mampu menjadi agen distribusi sekaligus penggerak produksi lokal. Namun, sejumlah pengamat mempertanyakan efektivitas pendekatan top-down yang digunakan dalam pelaksanaannya.
Instruksi presiden melalui kebijakan nasional tahun ini menjadi dasar pendirian koperasi tersebut. Tujuannya adalah menjadikan koperasi sebagai fondasi kemandirian ekonomi desa dan memperpendek rantai distribusi dari petani ke konsumen. Selain itu, koperasi desa juga diharapkan mampu berperan dalam distribusi barang kebutuhan pokok seperti elpiji bersubsidi, pupuk, hingga layanan keuangan sederhana.
Namun, pendekatan yang terpusat dinilai sebagian ekonom belum tentu mampu menjawab kebutuhan riil di lapangan. Penunjukan koperasi secara administratif dari tingkat pusat dinilai berisiko mengabaikan konteks sosial, potensi sumber daya manusia, dan dinamika ekonomi lokal yang sangat beragam. Kekhawatiran muncul bahwa koperasi ini dapat beroperasi secara formal di atas kertas, tetapi tidak memberikan dampak ekonomi yang signifikan di lingkungan tempatnya berdiri.
Dalam sejumlah pandangan akademik, koperasi dinilai idealnya tumbuh secara organik melalui partisipasi aktif masyarakat. Oleh karena itu, model pelaksanaan yang berbasis bottom-up dianggap lebih menjanjikan dalam menciptakan koperasi yang berkelanjutan dan berakar kuat di masyarakat desa.
Beberapa analis juga menyoroti potensi terjadinya konsentrasi manfaat pada segelintir aktor lokal, khususnya jika kepengurusan koperasi berasal dari lingkaran kepala desa atau aparatur desa. Situasi ini dikhawatirkan menimbulkan ketimpangan akses manfaat serta menjauhkan koperasi dari semangat demokrasi ekonomi yang seharusnya menjadi nilai utama.
Kritik lainnya diarahkan pada potensi tumpang tindih dengan ekosistem UMKM yang sudah lebih dahulu tumbuh di desa. Apabila tidak diawasi secara ketat, keberadaan koperasi skala besar seperti Kopdes Merah Putih dikhawatirkan akan mendominasi pasar kebutuhan masyarakat, termasuk di sektor yang selama ini menjadi ruang bertumbuhnya pelaku usaha mikro dan kecil.
Untuk itu, pengawasan terhadap pelaksanaan koperasi ini disebut perlu melibatkan berbagai unsur pemerintah, mulai dari tingkat desa hingga pusat. Dinas koperasi daerah juga diharapkan aktif dalam memantau jalannya koperasi ini agar tetap sesuai dengan kerangka hukum dan tujuan pembangunan ekonomi lokal yang inklusif.
Rekomendasi yang berkembang saat ini menekankan pentingnya membatasi ruang lingkup bisnis koperasi hanya pada sektor kebutuhan pokok sebagaimana diatur dalam kebijakan nasional. Dengan begitu, pelaku UMKM tetap memiliki peluang untuk berkembang di sektor kebutuhan sekunder dan tersier tanpa harus bersaing langsung dengan lembaga koperasi skala desa yang didukung oleh sistem distribusi pemerintah.
Penguatan peran koperasi desa memang dinilai penting, tetapi harus dirancang secara adaptif agar tidak justru menghambat tumbuhnya kewirausahaan lokal yang kini tengah berkembang, terutama di tengah situasi ekonomi desa yang masih penuh tantangan pasca-pandemi dan tekanan harga kebutuhan pokok.
***
ALP/NS



