Transformasi Burnik City Situbondo: Eks Lokalisasi Berubah Jadi Sentra UMKM
Selasa, 22 Juli 2025 | 11:00 WIB

LINK UMKM - Inisiatif berbasis komunitas kembali menunjukkan efektivitasnya dalam mendorong kemandirian ekonomi warga. Selama lebih dari dua bulan terakhir, eks lokalisasi Burnik di Kelurahan Dawuhan, Kecamatan Situbondo Kota, bertransformasi menjadi pusat aktivitas ekonomi baru melalui kehadiran stand Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Berdasarkan hasil pemantauan di lapangan sejak 17 Mei 2025, kawasan ini kini menjadi tempat berjualan bagi sekitar 120 pelaku usaha yang membuka lapak secara konsisten setiap hari mulai pukul 14.00 hingga 19.00 WIB. Aktivitas ini berhasil menghidupkan kembali ruang publik yang sebelumnya memiliki citra negatif, menjadi ruang ekonomi inklusif yang digerakkan oleh warga dan pemuda lokal.
Dalam praktiknya, stand UMKM di Burnik City menunjukkan stabilitas operasional yang tinggi selama 60 hari berturut-turut. Data informal menunjukkan bahwa pelaku usaha seperti pedagang ikan asap dan penjual makanan khas daerah mengalami peningkatan pendapatan signifikan. Seorang pedagang ikan asap bernama Ahmad Rezeki, misalnya, dilaporkan mampu menjual hingga 100 ekor ikan tongkol asap setiap hari, dengan nilai penjualan rata-rata mencapai Rp 1,5 juta. Hal ini tidak pernah terjadi ketika ia berjualan di rumah pribadinya di Desa Semiring, Kecamatan Mangaran.
Produk yang ditawarkan pun beragam, mulai dari tongkol asap putih yang dikenal lebih lembut dan manis, hingga lumpur bakar khas Situbondo. Penjual makanan tradisional seperti Rini, mencatat penjualan harian rata-rata 100 buah kue dengan omzet sekitar Rp 300 ribu. Menurut pengakuannya, lalu lintas pengunjung yang stabil, terutama pada sore hari, membuat kegiatan jual beli di Burnik City tetap bergairah.
Dari perspektif sosial, inisiatif ini memberikan dampak positif yang melampaui aspek ekonomi. Berdasarkan pengakuan dari pejabat kelurahan setempat, inisiatif pembentukan pusat UMKM ini tidak melibatkan dana pemerintah pada tahap awalnya. Seluruh proses awal dibiayai secara swadaya oleh masyarakat, khususnya kelompok pemuda yang ingin mengubah citra kawasan tersebut menjadi lebih produktif. Hasilnya, kawasan ini tidak hanya menjadi lokasi usaha baru, tetapi juga membuka lapangan pekerjaan informal seperti tenaga kebersihan dan petugas keamanan malam hari.
Model pengelolaan yang diterapkan bersifat partisipatif. Para pelaku UMKM sepakat memberikan kontribusi harian sebesar Rp 5.000 untuk mendukung biaya operasional, seperti kebersihan, penerangan, dan keamanan. Hal ini menunjukkan kesadaran kolektif masyarakat dalam membangun sistem ekonomi mikro yang mandiri dan berkelanjutan.
Dari sisi dukungan pemerintah, inisiatif ini mulai mendapat perhatian dan penguatan secara kultural melalui kunjungan dan promosi oleh pejabat daerah. Keterlibatan kepala daerah dalam mendukung promosi Burnik City melalui kanal media sosial dinilai berkontribusi dalam meningkatkan kunjungan masyarakat ke lokasi ini. Efeknya, terjadi peningkatan partisipasi ekonomi dan sosial secara merata.
Secara empiris, kasus Burnik City memperlihatkan bahwa revitalisasi kawasan melalui penguatan UMKM berbasis komunitas dapat menjadi strategi efektif untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi lokal, menekan pengangguran, dan merebut kembali ruang sosial yang sebelumnya termarjinalkan. Strategi ini juga menegaskan pentingnya keterlibatan masyarakat dalam menciptakan peluang ekonomi alternatif yang bersifat partisipatif, inklusif, dan berkelanjutan.
***
ALP/NS



