Koperasi sebagai Pilar Ekonomi Kerakyatan dan Penggerak UMKM Indonesia

Kamis, 17 Juli 2025 | 08:00 WIB

Anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi PKS, Hj. Nevi Zuairina.

LINK UMKM - Dalam momentum Hari Koperasi Nasional ke-98 yang diperingati setiap 12 Juli, sorotan kembali mengarah pada relevansi dan efektivitas koperasi dalam mendukung sistem ekonomi kerakyatan, khususnya sebagai penggerak sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Refleksi terhadap perjalanan koperasi nasional menjadi penting mengingat kontribusi koperasi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia masih terbilang rendah.

Peringatan tahunan tersebut merujuk pada peristiwa historis Kongres Koperasi Pertama yang diselenggarakan pada 12 Juli 1927. Sejak saat itu, koperasi secara konstitusional diakui sebagai soko guru ekonomi rakyat dan diharapkan menjadi instrumen kolektif dalam membangun kemandirian ekonomi berbasis gotong royong.

Koperasi Sebagai Wahana Berhimpun, Bukan Sekadar Unit Usaha

Dalam pidato reflektif peringatan nasional tersebut, sejumlah tokoh menegaskan kembali empat pilar utama yang menjadi fondasi koperasi dalam pemikiran ekonomi Pancasila. Koperasi dinilai bukan hanya lembaga usaha, tetapi juga sarana pemberdayaan rakyat yang tumbuh dari bawah, bersifat partisipatif, dan berbasis keanggotaan.

Model pengelolaan koperasi menempatkan semua anggota dalam kedudukan setara, tanpa diklasifikasikan berdasarkan besaran modal yang disetor. Modal kolektif yang dihimpun dari anggota, dioperasikan untuk kebutuhan bersama dan secara ideal diprioritaskan bagi pelayanan internal terlebih dahulu sebelum ekspansi pasar.

Lebih jauh, koperasi juga dipandang sebagai lembaga pendidikan sosial. Di samping fungsi ekonominya, koperasi juga memainkan peran dalam membentuk solidaritas komunal, memperkuat budaya gotong royong, serta mendorong kesadaran kolektif akan pentingnya kedaulatan ekonomi masyarakat.

Rendahnya Kontribusi terhadap PDB dan Ketimpangan Struktural

Meskipun memiliki landasan nilai yang kuat, kontribusi koperasi terhadap perekonomian nasional masih belum mencerminkan potensinya yang optimal. Data resmi menunjukkan bahwa pada tahun 2024, volume usaha koperasi hanya menyumbang 0,97% dari PDB nasional, atau senilai Rp214 triliun dari total PDB sebesar Rp22.139 triliun.

Sebaliknya, pelaku UMKM secara keseluruhan telah berkontribusi lebih dari 63% terhadap PDB, menunjukkan bahwa sebagian besar pelaku usaha kecil masih beroperasi secara individu tanpa kolaborasi dalam wadah koperasi. Rendahnya partisipasi kolektif ini mengindikasikan bahwa model koperasi belum berhasil menjadi pusat gravitasi ekonomi rakyat.

Perbandingan dengan negara-negara lain menunjukkan kesenjangan yang signifikan. Di negara-negara maju, kontribusi koperasi terhadap PDB jauh lebih besar, bahkan mencapai lebih dari 15% di Belanda dan Perancis, serta hingga 20% di Selandia Baru. Ketimpangan ini memperlihatkan adanya tantangan struktural dalam pengembangan koperasi di Indonesia, meskipun secara ideologis menganut sistem ekonomi kerakyatan.

Tantangan Koperasi: Terlalu Tergantung pada Sektor Simpan Pinjam

Kondisi lain yang menjadi perhatian adalah dominasi sektor simpan pinjam dalam struktur usaha koperasi di Indonesia. Meskipun sektor ini legal dan banyak membantu akses pembiayaan masyarakat, konsentrasi yang terlalu besar pada simpan pinjam dianggap membatasi potensi koperasi untuk berkembang di sektor riil yang lebih produktif dan berdampak luas, seperti produksi, perdagangan, atau pertanian modern.

Sebagai pembanding, beberapa koperasi besar di negara lain telah berhasil menembus sektor manufaktur dan distribusi skala besar, serta mengelola aset triliunan rupiah dengan tata kelola yang profesional dan akuntabel.

Citra Koperasi Perlu Dipulihkan untuk Jadi Mitra UMKM

Tantangan besar lainnya terletak pada persepsi publik terhadap koperasi. Rentetan kasus pengelolaan yang buruk dan praktik fraud di masa lalu telah menurunkan tingkat kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini. Oleh karena itu, penting bagi koperasi di Indonesia untuk memperbaiki tata kelola, memperkuat transparansi, dan membangun kembali kredibilitasnya sebagai mitra usaha yang aman dan berkelanjutan, terutama bagi pelaku UMKM.

Dibutuhkan reformasi struktural dan transformasi manajerial agar koperasi tidak hanya menjadi slogan ekonomi rakyat, melainkan benar-benar menjalankan fungsinya sebagai pengungkit ekonomi komunitas dan pelengkap sistem usaha mikro dan kecil yang saat ini menjadi tulang punggung ekonomi nasional.

Mengembalikan Koperasi ke Arus Utama Pembangunan UMKM

Koperasi yang sehat, inklusif, dan dikelola secara profesional dapat menjadi solusi nyata atas fragmentasi usaha kecil di Indonesia. Terlebih dalam era transformasi digital dan tekanan global, kolaborasi melalui koperasi dapat menjadi strategi kolektif untuk memperkuat daya saing UMKM Indonesia di dalam maupun luar negeri.

***

ALP/NS

Komentar

Media Lainnya

Hi!👋
Linda (Link UMKM Digital Assistant)
Chat via WhatsApp disini !

x