Industri Tekstil Terancam, Pelaku Usaha Desak Regulasi Impor yang Lindungi UMKM Pakaian Jadi
Kamis, 12 Juni 2025 | 08:00 WIB

LINK UMKM - Pelaku industri tekstil mendesak percepatan revisi kebijakan impor yang dinilai sangat mendesak demi menyelamatkan sektor padat karya, termasuk UMKM yang bergerak di bidang pakaian jadi. Ketidakpastian regulasi dinilai telah memperburuk tekanan terhadap industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), yang kini kian rentan terhadap serbuan barang impor murah.
Ketua asosiasi yang mewakili sektor ini menyatakan bahwa keterlambatan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) berisiko menyebabkan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) lanjutan. Masifnya masuk barang impor—ditambah lemahnya penegakan terhadap pelanggaran impor ilegal—dianggap menjadi penyebab utama tekanan ini.
Ia menyebut bahwa percepatan revisi Permendag Nomor 8 Tahun 2024 menjadi sangat krusial untuk memberikan kepastian hukum dan menjadi bagian dari upaya penyelamatan sektor ketenagakerjaan nasional. Ditegaskan pula bahwa sektor TPT, yang mayoritas terdiri dari pelaku UMKM dan industri padat karya, sangat tergantung pada regulasi yang berpihak dan pengawasan ketat terhadap distribusi barang impor.
Meskipun revisi regulasi tersebut telah memasuki tahap finalisasi administratif, kalangan industri menyatakan masih menunggu kejelasan eksekusi di lapangan. Pelaku industri meyakini bahwa kebijakan yang adil akan mampu menahan gempuran produk impor, terutama dari negara-negara dengan subsidi besar dan kebijakan dagang agresif.
Data ekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat pada tahun 2023 menunjukkan bahwa Indonesia hanya menguasai 6,4 persen pangsa pasar dengan nilai ekspor sekitar 5,1 miliar dolar AS. Angka ini tertinggal jauh dibandingkan China, Vietnam, dan Bangladesh. Sebagai perbandingan, Vietnam yang hanya memiliki sekitar 35 persen populasi Indonesia mampu menjadi eksportir terbesar kedua ke AS dengan nilai hampir tiga kali lipat lebih tinggi dari Indonesia. Hal ini, menurut pelaku industri, menegaskan pentingnya peran kebijakan dan strategi nasional dibandingkan semata-mata faktor jumlah penduduk.
Selain menyoroti aspek ekspor, pelaku industri juga menekankan pentingnya memperkuat pasar domestik sebagai penyangga utama saat pasar global melemah. Dijelaskan bahwa menjaga pasar dalam negeri dari serbuan barang impor murah merupakan strategi bertahan yang esensial, terutama bagi sektor-sektor yang menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar.
Karakteristik industri TPT di Indonesia juga menunjukkan keterkaitan erat dengan kelompok tenaga kerja berpendidikan rendah hingga menengah. Berdasarkan data BPS tahun 2024, sekitar 23,22 persen tenaga kerja di sektor ini merupakan lulusan SD, disusul oleh lulusan SMA (21,38 persen) dan SMP (17,47 persen). Hal ini menunjukkan betapa pentingnya keberlangsungan sektor ini dalam menjaga kestabilan sosial dan ekonomi, terutama di daerah.
Ditekankan pula bahwa sektor TPT menyumbang signifikan terhadap devisa negara dan menjadi penopang ekonomi lokal, terutama melalui kontribusi UMKM. Dalam situasi ketidakpastian global, pelaku industri menegaskan bahwa regulasi yang tepat waktu dan berpihak merupakan kunci untuk mencegah keruntuhan sektor strategis ini.
***
ALP/NS



