Pembiayaan Kredit Bank Emas Minimal 50% untuk UMKM Demi Dorong Pertumbuhan Sektor Kreatif
Minggu, 16 Maret 2025 | 08:00 WIB

LINK UMKM - Pembiayaan kredit melalui layanan bank emas di Indonesia, yang telah diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto pada akhir Februari 2025, mendapat sorotan dari kalangan ekonom. Layanan yang pertama kali ada di Indonesia ini dioperasikan oleh Pegadaian dan salah satu Bank Syariah setelah keduanya mendapatkan izin untuk menjalankan usaha bullion. Ekonom dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Abdul Hakam Naja, memberikan saran penting terkait pembiayaan ini, yakni agar minimal 50% dari total pembiayaan kredit bank emas dialokasikan untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Abdul Hakam menjelaskan bahwa UMKM memiliki peran yang sangat signifikan dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis pada Januari 2025, sebanyak 97% dari angkatan kerja Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas, yaitu sekitar 144 juta jiwa, diserap oleh sektor UMKM. Di samping itu, UMKM juga memberikan kontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia, yakni mencapai 60%, serta menciptakan 64 juta unit usaha.
Namun, meskipun kontribusi UMKM sangat besar, Abdul menyoroti rendahnya pembiayaan yang diterima sektor ini dari lembaga keuangan. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Desember 2024, pembiayaan untuk UMKM yang diberikan oleh Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah hanya mencapai 16,64%. Untuk bank umum secara keseluruhan, termasuk konvensional dan syariah, hanya tercatat 19,2%.
Abdul menyatakan bahwa dengan potensi besar yang dimiliki UMKM, sektor ini seharusnya mendapatkan perhatian lebih dalam hal pembiayaan, terutama dari layanan bank emas yang baru saja diperkenalkan. Ia mengusulkan agar setidaknya 50% dari pembiayaan kredit bank emas dialokasikan untuk UMKM. Menurutnya, pembiayaan yang lebih besar bagi UMKM akan memberikan dorongan yang signifikan terhadap sektor ini, yang pada gilirannya akan turut mendukung penyediaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif.
Abdul juga menekankan bahwa bank emas tidak hanya berfungsi sebagai lembaga pembiayaan, tetapi juga harus terlibat dalam pembinaan dan pendampingan UMKM agar bisa berkembang lebih baik. Hal ini termasuk dalam aspek pengelolaan usaha, pemasaran, manajemen bisnis, dan digitalisasi, yang diharapkan dapat membantu UMKM untuk "naik kelas" dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara lebih luas.
Selain itu, Abdul mengkritik Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) yang menetapkan batas minimal pembiayaan emas sebesar 500 gram atau sekitar Rp750 juta. Ia mengusulkan agar batas pembiayaan ini diturunkan menjadi minimal 50 gram atau sekitar Rp75 juta, sehingga pelaku usaha mikro dan kecil dapat lebih mudah mengakses pembiayaan tersebut. Dalam hal perdagangan emas, Abdul juga menyarankan agar batas minimal transaksi, yang saat ini diatur pada 50 gram, diturunkan menjadi hanya 10 gram.
Dengan langkah-langkah tersebut, Abdul berharap sektor UMKM di Indonesia bisa lebih berkembang, mengingat besarnya potensi yang dimilikinya untuk mendongkrak perekonomian negara.
***
ALP/NS



