Alasan Toko-Toko Beralih ke Pembayaran Digital dan Menolak Uang Tunai

Minggu, 1 September 2024 | 11:00 WIB

Alasan Toko-Toko Beralih ke Pembayaran Digital dan Menolak Uang Tunai

LINK UMKM - Seiring dengan pesatnya perkembangan teknologi, masyarakat di Indonesia semakin mengadopsi sistem pembayaran tanpa uang tunai, atau cashless. Metode pembayaran ini melibatkan penggunaan transaksi digital yang tidak hanya menggunakan kartu debit atau kredit, tetapi juga e-wallet, QR code, dan perangkat yang terhubung dengan internet. Perubahan ini sangat terasa di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Bali, di mana banyak toko dan restoran yang kini hanya menerima pembayaran secara digital.

Menurut studi dari Visa Consumer Payment Attitudes, sekitar 63% konsumen di Indonesia sekarang membawa uang tunai lebih sedikit dibandingkan sebelumnya. Laporan dari Center for Digital Society Universitas Gadjah Mada juga mengungkapkan bahwa 65% masyarakat merasa transaksi nontunai lebih mudah, 55% menganggapnya lebih praktis, dan 51% merasa pembayaran nontunai diterima di mana saja

Studi Visa juga menunjukkan bahwa pandemi COVID-19 telah mempercepat pergeseran menuju masyarakat nontunai di Indonesia. Sebelumnya, diperkirakan masyarakat akan beralih sepenuhnya ke transaksi digital pada tahun 2030. Namun, pandemi mempercepat perubahan ini hingga tahun 2026. Saat Bank Indonesia (BI) meluncurkan Quick Response Indonesian Standard (QRIS) pada 17 Agustus 2019, masyarakat belum sepenuhnya akrab dengan teknologi QR code. Namun, selama pandemi, QRIS terbukti efektif karena memungkinkan transaksi tanpa perlu menggunakan uang tunai, membantu mengurangi risiko penularan virus.

Data dari BI menunjukkan bahwa transaksi menggunakan QRIS pada April 2024 tumbuh 175,44% dibandingkan tahun sebelumnya. Jumlah pengguna QRIS mencapai 48,12 juta, dan jumlah merchant yang menerima QRIS mencapai 31,61 juta, sebagian besar adalah UMKM. Selain itu, nilai transaksi uang elektronik meningkat 41,70% menjadi Rp253,39 triliun pada April 2024.

Dengan meningkatnya penggunaan QRIS, banyak kafe, restoran, dan toko ritel yang menerapkan kebijakan hanya menerima pembayaran non-tunai. Beberapa merchant yang menerapkan kebijakan ini antara lain Rejuve, Titik Temu Jenggala, Shilin, Ismaya Group, Donut & Drinks, Nagara Coffee, dan Animo Bakery. Kebijakan ini banyak diterapkan di Jakarta.

Imo Effendi, seorang make-up artist, mendukung gerakan cashless di Indonesia. Meski demikian, dia masih harus menggunakan uang tunai setiap minggu karena banyak pedagang kaki lima dan pasar tradisional yang belum menerapkan sistem QRIS atau metode pembayaran nontunai lainnya. 

Imo menyatakan bahwa pembayaran nontunai banyak diterapkan di restoran atau pusat perbelanjaan menengah atas dan merasa tidak ada masalah dengan kewajiban ini saat berbelanja di mal. Namun, ayahnya yang menjual buah mengalami kesulitan karena sebagian besar pelanggannya adalah orang-orang yang lebih memilih pembayaran nontunai. Sayangnya, ayahnya tidak akrab dengan sistem QRIS, sehingga mereka sering menggunakan metode transfer antar bank yang biasanya dikenakan biaya tambahan.

Imo mengungkapkan bahwa biaya transfer antar bank seringkali mencapai Rp6.500-Rp2.500 per transaksi, yang bisa membuat pelanggan berpindah ke pedagang lain yang menerima pembayaran cashless. Dia menambahkan, meskipun dia sering mengingatkan ayahnya tentang pentingnya menggunakan sistem pembayaran nontunai, ayahnya masih kesulitan untuk mengadopsinya.

Perubahan dalam cara bertransaksi ini menunjukkan pergeseran besar dalam kebiasaan belanja masyarakat dan menggarisbawahi pentingnya adopsi teknologi dalam mendukung kebutuhan konsumen modern.

***

MIN/AHS

Komentar

Media Lainnya

Hi!👋
Linda (Link UMKM Digital Assistant)
Chat via WhatsApp disini !

x