Pentingnya Kecakapan Digital bagi UMKM
Senin, 1 Januari 2024 | 08:00 WIB
LINK UMKM - Pemerintah berencana untuk meniadakan penjualan barang impor di bawah Rp 1,5 juta di platform e-commerce dengan tujuan untuk mendukung perkembangan UMKM di Indonesia, dilansir dari Kompas.com. Meskipun ada yang mempertanyakan langkah ini, sebenarnya keputusan tersebut patut dihargai. UMKM memerlukan perlindungan pada tahap awal sambil mendapatkan dukungan untuk tumbuh dan berkembang.
Keputusan untuk menghentikan penjualan produk impor di e-commerce memiliki dasar yang kuat, mengingat selama ini platform e-commerce seringkali digunakan sebagai sarana untuk memasukkan produk impor, terutama dari negara seperti China, yang notabene menjadi produsen utama barang-barang tersebut.
Dengan membatasi penjualan produk impor di bawah Rp 1,5 juta, pemerintah bertujuan melindungi produk lokal. Namun, pertanyaannya mengapa Rp 1,5 juta? Banyak produk lokal di atas angka tersebut yang juga membutuhkan dukungan. Kementerian Perdagangan harus mendorong produk lokal bersaing di e-commerce dan memastikan kualitasnya setara dengan produk impor.
Bagaimana jika produk dengan harga awal di bawah Rp 1,5 juta diubah menjadi lebih dari itu, misalnya dengan mem-bundling produk senilai Rp 500.000 menjadi satu paket seharga Rp 2 juta? Distributor lokal mungkin akan mencari celah dalam kebijakan. Jadi, fokusnya bukan hanya melindungi produk di bawah Rp 1,5 juta, tetapi juga memperluas pangsa pasar produk lokal di e-commerce.
Ekonomi digital menggabungkan dunia maya dan nyata, memfasilitasi koneksi global dan pertukaran informasi yang instan. Kegiatan seperti memesan taksi atau belanja online sekarang bisa dilakukan secara virtual. Inovasi ini merubah cara bisnis, mendorong penyesuaian baik individu maupun industri, khususnya UMKM yang penting bagi ekonomi Indonesia.
Menurut data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, hingga Juni 2023, 22 juta UMKM sudah beroperasi di platform digital, namun belum mencapai target keseluruhan. Laporan Kementerian Informasi dan Komunikasi pada 2022 mengenai Indeks Masyarakat Digital Indonesia (IMDI) menunjukkan pilar literasi digital, terutama untuk UMKM, memiliki skor terendah, yaitu 22,06 dari 100. Selanjutnya, studi dari Mercy Corps Indonesia terhadap 474 UMKM di Jawa Barat menemukan bahwa 34% responden merasa kurang mampu mengadopsi teknologi digital meskipun sebagian besar dari mereka sudah menggunakan smartphone.
Data tersebut menunjukkan bahwa UMKM membutuhkan pelatihan dan keterampilan digital yang lebih intensif. Hanya mengajak 30 juta UMKM ke platform digital saja tidak cukup tanpa upaya meningkatkan kemampuan digital mereka. Kurangnya pemahaman tentang digital bisa membuka peluang risiko seperti keamanan data dan ancaman siber. Ini menunjukkan adanya hambatan dalam transformasi digital UMKM, yang seharusnya dapat meningkatkan bisnis dan kualitas hidup mereka serta mengangkat status sosial dan ekonomi.
Tidak boleh dilupakan bahwa literasi digital bagi UMKM harus mencakup aspek keamanan internet. Ancaman dan risiko yang timbul dari penggunaan internet oleh para pelaku usaha harus menjadi perhatian utama. Meskipun tidak banyak yang membahas hal ini, kurangnya pengetahuan dan pemahaman mengenai keamanan siber merupakan hal yang penting. Faktanya, 74 persen UMKM yang disertakan dalam Studi Mastercard Strive tidak mengerti tentang keamanan siber. Oleh karena itu, memberikan pendidikan khusus mengenai keamanan digital akan membantu UMKM mengatasi kesenjangan dalam pengetahuan digital dan meningkatkan kenyamanan mereka dalam menggunakan platform online, yang tentu saja disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing UMKM yang terlibat.
***
LMP/NAH