Literasi dan Edukasi Keuangan di Indonesia
Selasa, 24 Januari 2023 | 08:00 WIB
LINK UMKM - Inklusi keuangan adalah faktor untuk meningkatkan pemerataan pendapatan. Inklusi keuangan ini berarti individu dan pelaku usaha berkemampuan dalam mengakses transaksi keuangan seperti tabungan, kredit, asuransi. Kini pemerintah berfokus untuk meningkatkan indeks keuangan yaitu 90% pada 2024. Target tersebut telah mengalami peningkatan yang sebelumnya hanya 75% dan dituangkan di dalam Strategi Nasional Keuangan Inklusif (SBKI). Strategi ini memiliki tujuan, antara lain:
- Menciptakan sistem keuangan inklusif dalam mendukung sistem keuangan yang stabil dan dalam;
- Mendukung pertumbuhan ekonomi;
- Menganggulangi kemiskinan;
- Mengurang kesenjangan dan ketimpangan antar daerah dan antarindividu dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat.
Salah satu metode dalam mewujudkan inklusi keuangan adalah melalui perlindungan konseuman dan peningkatan literasi yang adalah bagian penting dalam prinsip pemberdayaan.
Dalam rangka pencapaian tujuan tersebut, SNKI menyusun 5 pilar yaitu edukasi keuangan, produk, intermediasi, saluran distribusi, dan hak property masyarakat. Untuk mendukung pelaksanaan tersebut, SNKI membentuk Dewan Nasional Keuangan Inklusif (DNKI) dengan Menko Perekonomian sebagai ketua dan Gubernur BI dan Ketua OJK sebagai wakit serta melibatkan 24 Kementerian.
Dilansir dari kompasiana.com, survei SNLK pada 2019 mernyatakan literasi keuangan Indonesia berada di tingkat 38,03% dan inklusi keuangan di tingkat 76%, angka tersebut telah meningkat 8,33% dibandingkan tahun sebelumnya. SNLK menunjukkan literasi tertinggi ada di DKI Jakarta dengan 59% dan terendah di Papua Barat dengan kisaran 27-29%. Hal ini menunjukkan adanya ketimpangan literasi antar daerah.
Selain ketimpangan literasi antardaerah, literasi keuangan secara sectoral juga termasuk timpang dengan literasi tertinggi ada di sektor keuangan sebesar 28,9% danterendah ada di pasar modal dengan 4,4%. Hal ini menunjukkan adanya gap ketimpangan antar sektor dan hal tersebut menjadi pekerjaan rumah dalam mewujudkan target 90% literasi keuangan pada 2024.
Meskipun terdapat ketimpangan, tingkat literasi di Indonesia membaik dibandingkan beberapa negara lain, contohnya dalam perilaku dan sikap terhadap keuangan. Survei OECD/INFE tahun 2020 menyatakan literasi keuangan Indonesia sedikit lebih tinggi daripada negara respoinden lain yaitu 13,3 berbanding 12,7. Survei ini melihat kriteria pengetahuan, sikap, dan perilaku terhadap keuangan, sedangkan nilai terendah adalah pengetahuan. Konsep dasar keuangan yang dinilai adalah bunga pinjaman, perhitungan bunga, value of money, inflasi, risk and return. Hasil menampilkan bahwa fokus yang harus ditingkatkan adalah peningkatan edukasi tentang pengetahuan dasar keuangan agar memahami prinsip keuangan yang lebih efektif dan membantu masyarakat dalam mengambil keputusan keuangan.
Dalam rangka meningkatkan literasi keuangan, pemerintah, OJK, dan BI telah berusaha untuk menlakukan langkah-langkah. OJK menyusun Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) dengan tujuan mencapai masyarakat yang memiliki literasi baik dan dapat dimanfaatkan layanan dan produk untuk mencapai kesejahteraan berkelanjutan, tujuannya dicapai melalui:
- Cakap keuangan, yaitu meningkatkan keyakinan, pengetahuan, dan keterampilan masyarakat terhadap jasa keuangan serta mengembangkan infrastruktur terkait;
- Sikap dan perilaku keuangan bijak yaitu dengan mendorong masyarakat dalam merencanakan keuangan dan meningkatkan pengelolaan keuangan masyarakat;
- Akses keuangan, yaitu dengan memperluas akses jasa keuangan dan menyediakan layanan
- dan produk sesuai kebutuhan.
Masing-masing program dituangkan dalam core actions dan diukur keberhasilannya, misalkan dengan menyinergikan materi literasi ke dalam kurikulum pendidikan nasional dalam rangka meningkatkan pengetahuan terkait literasi keuangan, Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang dimasukkan literasi keuangan untuk mengintegrasikan pengetahuan sekolah, keluarga, dan masyarakat.
***
GN/MRA